
“Kami perintakan kepada manusia supaya berbuat baik
kepada kedua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah
payah, dan melahirkannya dengan susah payah pula. Mengandungnya sampai
menyampihnya adalah tigapuluh bulan” (Surat Al-Ahqaf:15)
Yaitu mengandungnya di perutnya dalam
bulan-bulan kehamilan dengan berbagai kesulitan, dan melahirkannya
dengan penuh kesulitan pula. Maka dia mengalami kesusahan-kesusahan
dalam kehamilan, sakitnya melahirkan, dan sulitnya menyusui serta
menyapih. Firman Allah Ta’ala:
وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا
عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ
إِلَيَّ الْمَصِيرُ
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat
baik) kepada kedua orang ibu bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Ku
lah kembalimu” (Luqman:14.)
Karena seorang ibu mengalami kepayahan melebihi apa yang dialami oleh
seorang bapak, maka hak dan bagiannya terhadap anak lebih besar untuk
diperlakukan secara baik oleh anak.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah
radhiallahu’anhu: Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassallaam dan berkata: “Ya Rasulullah siapakah manusia yang
paling berhak untuk aku berbuat baik kepadanya?” Beliau mengatakan:
“Ibumu’ laki-laki itu berkata: “Kemudian siapa?” Beliau menjawab:
‘Ibumu” laki-laki itu berkata lagi “Setelah itu siapa?” Beliau berkata:
“Ibumu” laki-laki itu bertanya lagi “Setelah itu siapa?” Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallaam menjawab: “Bapakmu”.
Hadits ini bukan berarti mengecilkan kedudukan seorang ayah dan meremehkan hak-haknya karena hak ayah terhadap anak itu sangat agung dan besar. Tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam mendapati perempuan pada posisi yang lemah secara umum terlebih pada masa beliau dimana manusia hidup pada jaman jahiliyah dengan akhlak yang jelek dan perlakuan yang jelek terhadap perempuan. Maka beliau menganjurkan untuk birrul walidain (berbakti pada orang tua) khususnya ibu, supaya jangan sampai seorang anak meremehkan kedua orang tua untuk berbuat baik dan menunaikan hak-haknya dimana hak seorang ibu lebih besar terhadap hak-hak seorang bapak terhadapnya.
Allah telah mewajibkan kepada anak berbakti kepada orang tuanya dan menjanjikan pahala yang besar, dan mengharamkan durhaka pada orang tua atau salah satunya. Hal itu dianggap dosa besar. Banyak ayat dan hadits tentang permasalahan ini. Firman Allah Ta’ala:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ
إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ
كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا
قَوْلًا كَرِيمًا (23) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ
الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا(24)
Hadits ini bukan berarti mengecilkan kedudukan seorang ayah dan meremehkan hak-haknya karena hak ayah terhadap anak itu sangat agung dan besar. Tetapi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam mendapati perempuan pada posisi yang lemah secara umum terlebih pada masa beliau dimana manusia hidup pada jaman jahiliyah dengan akhlak yang jelek dan perlakuan yang jelek terhadap perempuan. Maka beliau menganjurkan untuk birrul walidain (berbakti pada orang tua) khususnya ibu, supaya jangan sampai seorang anak meremehkan kedua orang tua untuk berbuat baik dan menunaikan hak-haknya dimana hak seorang ibu lebih besar terhadap hak-hak seorang bapak terhadapnya.
Allah telah mewajibkan kepada anak berbakti kepada orang tuanya dan menjanjikan pahala yang besar, dan mengharamkan durhaka pada orang tua atau salah satunya. Hal itu dianggap dosa besar. Banyak ayat dan hadits tentang permasalahan ini. Firman Allah Ta’ala:
“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu
jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu
bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau
kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka jangan
sekali-kali kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka dengan perkataan
yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkalah: ‘Wahai Rabbku, kasihilah mereka berdua
sebagaimana mereka berdua mendidik aku diwaktu kecil” (Al Isra: 23-24)
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin As
radhiallahu ‘anhu menyatakan: seorang laki-laki menghadap Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassallaam dan berkata: “Aku berbaiat kepadamu untuk
hijrah dan berjihad dengan mengharap pahala dari Allah Ta’ala”.
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam berkata: “Apakah kamu memiliki
salah satu dari orang tuamu yang masih hidup?” Laki-laki itu menjawab:
“Ya, bahkan keduanya (masih hidup)”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassallaam bersabda: “Apakah kamu ingin mendapatkan pahala dari Allah?”.
Laki-laki itu menjawab: “Ya”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam
berkata: “Kembalilah kamu kepada kedua orang tuamu dan perlakukan mereka
dengan baik”. Dalam riwayat lain “Pada kedua orang tuamu maka kamu
berjihad”.
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Nufa’i bin Al-Harits menyatakan: bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam: “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa besar yang paling besar?” Kami berkata,”Tentu, Ya! Rasulullah”. Beliau menyatakan:”Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam yang semula bersandar kemudian duduk dan menyatakan: “Dan ucapan dusta dan sumpah palsu”. Rasulullah terus mengulang-ulang sampai kami berkata: “Seandainya beliau diam”.
Dari Kitab ushul muaasyarotil zaujiayti, syaikh Muhammad Kan’an
Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Nufa’i bin Al-Harits menyatakan: bersabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam: “Maukah kalian aku beritahu tentang dosa besar yang paling besar?” Kami berkata,”Tentu, Ya! Rasulullah”. Beliau menyatakan:”Menyekutukan Allah, durhaka kepada orang tua”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallaam yang semula bersandar kemudian duduk dan menyatakan: “Dan ucapan dusta dan sumpah palsu”. Rasulullah terus mengulang-ulang sampai kami berkata: “Seandainya beliau diam”.
Dari Kitab ushul muaasyarotil zaujiayti, syaikh Muhammad Kan’an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar