Minggu, 04 Desember 2011

INILAH MODEL JILBAB YANG TIDAK ISLAMI KARENA MENONJOLKAN RAMBUT MENYERUPAI PUNUK ONTA,

 
INILAH MODEL JILBAB YANG TIDAK ISLAMI KARENA MENONJOLKAN RAMBUT MENYERUPAI PUNUK ONTA,
 
Beginilah Gambar Perempuan Yang Kepalanya Ibarat Punuk Onta, Yang Disebutkan Oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam Dalam Hadits Shahih Riwayat Imam Muslim dan Lainnya Bahwasanya Mereka Tidak Akan Masuk Surga dan Tidak Akan Mencium Bau Wangi Surga, Padahal Bau Wangi Surga Bisa Dicium Dari Jarak Yang Sangat Jauh..


Rasulullah Shallallahu ’Alaihi Wa ‘Ala Alihi Wa Sallam bersabda”

( صنفان من أهل النار لم أرهما قوم معهم سياط كأذناب البقر يضربون بها الناس ونساء كاسيات عاريات مائلات مميلات رؤوسهن كأسنمة البخت المائلة لايدخلن الجنة ولا يجدن ريحها وان ريحها لتوجد من مسيرة كذاوكذا )
رواه أحمد ومسلم في الصحيح .

“Ada dua golongan penduduk neraka yang belum aku melihat keduanya,

1. Kaum yang membawa cemeti seperti ekor sapi untuk mencambuk manusia [maksudnya penguasa yang dzalim],

2. dan perempuan-perempuan yang berpakaian tapi telanjang, cenderung kepada kemaksiatan dan membuat orang lain juga cenderung kepada kemaksiatan. Kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta yang berlenggak-lenggok. Mereka tidak masuk surga dan tidak mencium bau wanginya. Padahal bau wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian waktu [jarak jauh sekali]”.

(HR. Muslim dan yang lain).

Adapun “kepala-kepala mereka seperti punuk-punuk unta”, maknanya adalah mereka membuat kepala mereka menjadi nampak besar dengan menggunakan kain kerudung atau selempang dan lainnya yang digulung di atas kepala sehingga mirip dengan punuk-punuk unta. Ini adalah penafsiran yang masyhur.

Al Maaziri berkata: dan mungkin juga maknanya adalah bahwa mereka itu sangat bernafsu untuk melihat laki-laki dan tidak menundukkan pandangan dan kepala mereka.

Sedang Al Qoodhiy memilih penafsiran bahwa itu adalah yang menyisir rambutnya dengan gaya condong ke atas. Ia berkata: yaitu dengan memilin rambut dan mengikatnya ke atas kemudian menyatukannya di tengah-tengah kepala sehingga menjadi seperti punuk-punuk unta.

Lalu ia berkata: ini menunjukkan bahwa maksud perumpamaan dengan punuk-punuk unta adalah karena tingginya rambut di atas kepala mereka, dengan dikumpulkannya rambut di atas kepala kemudian dipilin sehingga rambut itu berlenggak-lenggok ke kiri dan ke kanan kepala.

USTADZ ABDULLAH HADRAMI
Majalah Elfata - Media Muslim Muda
 

Ayah-ibu-izinkan-ananda-istiqamah,,,

Penulis: Ummu Rumman

Muroja’ah: Ustadz Abu Salman

Duhai, betapa indahnya jika kita bisa membahagiakan orang tua kita. Orang tua yang telah membesarkan kita dengan penuh kasih sayang. Orang tua yang telah mendidik dan merawat kita sedari kecil. Orang tua yang telah mengerahkan segala yang mereka punya demi kebahagiaan kita, anak-anaknya. Terima kasihku yang tak terhingga untukmu wahai Ayah Ibu.

Allah berfirman, yang artinya, “Dan Rabbmu telah memerintahkan kepada manusia janganlah ia beribadah melainkan hanya kepada-Nya dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua dengan sebaik-baiknya.” (Qs. Al Israa’ 23)

Alangkah bahagianya seorang anak yang bisa menjalankan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan mendapatkan dukungan dari orangtuanya.

Akan tetapi, bagaimana jika orang tua melarang kita melakukan kebaikan berupa ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya? Keistiqomahan kita, bahkan bagaikan api yang menyulut kemarahan mereka.

Di antara mereka bahkan ada yang menyuruh pada perbuatan yang dilarang Allah? Bagaimanakah seharusnya sikap kita?

Jika teringat kewajiban kita untuk berbakti pada mereka, terlebih teringat besarnya jasa mereka, berat hati ini untuk mengecewakan mereka. Sungguh hati ini tak tega bila sampai ada perbuatan kita yang menjadikan mereka bermuram durja.

Kaidah Birrul Walidain

Saudariku, durhaka atau tidaknya seorang anak tetaplah harus dipandang dari kacamata syariat. Tak semua anak yang melanggar perintah orang tua dikatakan anak durhaka. Karena ketaatan pada orang tua tidak bersifat mutlak. Tidak sebagaimana ketaatan pada Allah dan Rasul-Nya yang sifatnya mutlak.

Ada beberapa hal yang sering dianggap sebagai kedurhakaan pada orang tua, padahal sebenarnya bukan. Antara lain:

1. Anak menolak perintah orangtua yang melanggar syariat Islam

Pada asalnya, seorang anak wajib taat pada orangtuanya. Akan tetapi jika yang diperintahkan orang tua melanggar syariat, maka anak tidak boleh mentaatinya. Yaitu jika orang tua memerintahkan anak melakukan kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Contoh konkritnya: orang tua memerintahkan anak memakai jimat, orang tua menyuruh ngalap berkah pada kyai A, orang tua menyuruh anak berjabat tangan dengan lelaki bukan mahrom, dll. Maka, saat sang anak menolak hal tersebut tidaklah dikatakan durhaka. Bahkan ini termasuk bakti kepada orang tua karena mencegah mereka dari perbuatan haram.

Allah berfirman yang artinya, “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (Qs. Luqman: 15)

Namun, seorang anak hendaknya tetap menggunakan adab dan perkataan yang baik. Dan terus mempergauli dan mendakwahi mereka dengan baik pula.

2. Anak tidak patuh atas larangan orangtua menjalankan syariat Islam

Tidak disebut durhaka anak yang tidak patuh saat orangtuanya melarang sang anak menjalankan syariat Islam, padahal di saat itu orang tua sedang tak membutuhkannya (misal karena orang tua sedang sakit atau saat keadaan darurat). Contoh konkritnya: melarang anaknya shalat jama’ah, memakai jilbab, berjenggot, menuntut ilmu syar’i, dll.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah wajib mentaati makhluk yang memerintah agar maksiat kepada Allah.” (HR. Ahmad). Dan di dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim disebutkan pula bahwasanya ketaatan hanya dilakukan dalam perkara yang baik. Maka janganlah engkau melakukan perkara yang haram dengan alasan ingin berbakti pada orang tuamu. Tidak wajib bagimu taat pada mereka dalam bermaksiat pada Allah.

3. Orang tua yang marah atas keistiqomahan dan nasihat anaknya

Seorang anak wajib menasihati orang tuanya saat mereka melanggar syariat Islam. Apabila orang tua sakit hati dan marah, padahal sang anak telah menggunakan adab yang baik dan perkataan yang lembut, maka hal ini tidak termasuk durhaka pada orang tua.

Saat gundah menyapamu, …

Bagaimana ini, aku telah membuat orang tuaku marah? Padahal bukankah keridhaan Allah bergantung pada keridhaan kedua orang tua. Kemurkaan Allah, bergantung pada kemurkaan kedua orang tua (HR. Tirmidzi)?

Saudariku, marahnya orang tua atas keistiqomahan dan nasihat anak, tidaklah termasuk dalam hadits di atas. Hadits di atas tidak berlaku secara mutlak, kita tetap harus melihat kaidah birrul walidain.

Ingatlah saat Nabi Ibrahim menasihati ayahnya, “Wahai ayahku, janganlah kamu menyembah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu durhaka kepada Allah Yang Maha Pemurah.” (Qs. Maryam: 44). Orang tua yang menolak kebenaran Islam kemudian mendapat nasihat dari anaknya, kemungkinan besar akan marah. Tapi sang anak tetap tidak dikatakan durhaka.

Saudariku, bila orangtuamu marah atas keistiqomahanmu, maka ingatkan dir imu dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang membuat Allah murka karena ingin memperoleh ridha manusia, maka Allah akan murka padanya dan Allah menjadikan orang yang ingin ia peroleh ridhanya dengan membuat Allah murka itu akan murka padanya. Dan siapa yang membuat Allah ridha sekalipun manusia murka padanya, maka Allah akan ridha padanya dan Allah menjadikan orang yang memurkainya dalam meraih ridha Allah itu akan ridha pula padanya, sampai-sampai Allah akan menghiasi si hamba dan menghiasi ucapan dan amalannya di mata orang yang semula murka tersebut.” (HR. Ath Thabrani)

Subhanallah. Perhatikanlah hadits di atas! Ketika engkau menaati orang tuamu dalam bermaksiat pada Allah, agar orang tuamu ridha. Sedangkan sebenarnya Allah Murka padamu. Maka, bisa jadi Allah justru akan membuat orang tuamu tetap murka pula kepadamu. Meski engkau telah menuruti keinginan mereka.

Dan sadarkah engkau, saat engkau menuruti mereka dalam perbuatan maksiat pada Allah, maka sejatinya perintah mereka akan terus berlanjut. Tidakkah engkau khawatir Allah akan murka pada orangtuamu disebabkan mereka terus memerintahkanmu bermaksiat kepada-Nya.

Saudariku, bukankah hati kedua orang tuamu berada di genggaman Allah. Maka, yang terpenting bagimu adalah berusahalah meraih ridha Allah dengan keshalihan dan keistiqomahanmu. Semoga dengan demikian Allah Ridha padamu. Semoga Allah menghiasi ucapan dan amalan kita sehingga orang tua kita pun -bi idznillah- akhirnya ridha kepada kita.

Akhlaq Mulia, Penarik Hati yang Banyak Dilalaikan

Ustadz Abdullah Zaen, Lc dalam bukunya 14 Contoh Praktek Hikmah dalam Berdakwah berkata, “Kerenggangan antara orangtua dan anak itu seringkali terjadi akibat ‘benturan-benturan’ yang terjadi dampak dari orang tua yang masih awam memaksa si anak untuk menjalani beberapa ritual yang berbau syirik, sedangkan si anak berpegang teguh dengan kebenaran yang telah ia yakini. Akhirnya yang terjadi adalah kerenggangan di antara penghuni rumah tersebut. Hal itu semakin diperparah ketika si anak kurang bisa mencairkan suasana dengan mengimbangi kesenjangan tersebut dengan melakukan hal-hal yang bisa membahagiakan orangtuanya. Padahal betapa banyak hati orang tua -bi idznillah- yang luluh untuk menerima kebenaran yang dibawa si anak bukan karena pintarnya anak beragumentasi, namun karena terkesannya sang orang tua dengan akhlak dan budi pekerti anaknya yang semakin mulia setelah dia ngaji!! Penjelasan ini sama sekali tidak mengecilkan urgensi argumentasi yang kuat, namun alangkah indahnya jika seorang muslim apalagi seorang salafi bisa memadukan antara argumentasi yang kuat dengan akhlak yang mulia!.”

Maka, akhlaq yang mulia adalah jalan terdekat menuju luluhnya hati orangtua. Anak adalah mutiara hati orang tua. Saat mutiara itu bersinar, hati orang tua mana yang tidak menjadi terang.

Percaya atau tidak. Kedekatanmu kepada mereka, perhatianmu, kelembutanmu, bahkan hanya sekedar wajah cerah dan senyummu di hadapan mereka adalah bagaikan sinar mentari yang menghangatkan hati mereka.

Sayangnya, banyak dari kita yang justru melalaikan hal ini. Kita terlalu sibuk dengan tuntutan kita karena selama ini orangtua-lah yang banyak menuruti keinginan kita. Seakan-akan hanya orangtua-lah yang wajib berlaku baik pada kita, sedang kita tidak wajib berbuat baik pada mereka. Padahal, kitalah sebagai anak yang seharusnya lebih banyak mempergauli mereka dengan baik.

Kita pun terlalu sibuk dengan dunia kita. Juga sibuk dengan teman-teman kita. Padahal orang tua hanya butuh sedikit perhatian kita. Kenapakah kita begitu pelit mengirimkan satu sms saja untuk menanyakan kabar mereka tiap hari?

Sedangkan berpuluh-puluh SMS kita kirimkan untuk sekadar bercanda ria dengan teman kita.

Kemudian, beratkah bagi kita untuk menyenangkan mereka dengan hadiah? Janganlah engkau remehkan meski sekedar membawa pulang oleh-oleh seplastik singkong goreng kesukaan ayah atau sebungkus siomay favorit ibu. Harganya memang tak seberapa, tapi hadiah-hadiah kecil yang menunjukkan bahwa kita tahu apa kesukaan mereka, apa yang mereka tak suka, dan apa yang mereka butuhkan, jauh lebih berharga karena lebih menunjukkan besarnya perhatian kita.

Dakwahku, Bukti Cintaku Kepada Ayah Ibu…

Hakikat kecintaan kita terhadap seseorang adalah menginginkan kebaikan bagi dirinya, sebagaimana kita menginginkan kebaikan bagi diri kita sendiri. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidak akan sempurna keimanan salah seorang di antara kalian, sehingga dia mencintai bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai bagi dirinya sendiri.” (HR. Bukhari dan Muslim). Maka, wujud kecintaan kita kepada orangtua kita adalah mengusahakan kebaikan bagi mereka.Tahukah engkau kebaikan apa yang dimaksud?

Seorang ayah telah berbuat baik kepada anaknya dengan pendidikan dan nafkah yang diberikan. Sedangkan ibunya telah merawat dan melayani kebutuhan anak-anaknya. Maka sudah semestinya anaknya membalas kebaikan tersebut. Dan sebaik-baik kebaikan adalah mengajak mereka kepada kebahagiaan dan menyelamatkan mereka dari api neraka. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya dari manusia dan batu.” (Qs. At Tahrim 6)

Saudariku, jika engkau benar-benar mencintai orangtuamu, maka jadikanlah dakwahmu sebagai bakti terindahmu kepada mereka. Ingatlah lagi mengenai dakwah Nabi Ibrahim kepada orangtuanya. Bakti pada orang tua sama sekali tidak menghalangi kita untuk berdakwah pada mereka. Justru karena rasa cintalah, yang membuat kita menasihati mereka. Jika bukan kita, maka siapakah lagi yang akan mendakwahi mereka?

Apakah harus dengan mengajak mereka mengikuti kajian? Jika bisa, alhamdulillah. Jika tidak, maka sesungguhnya ada banyak cara yang bisa engkau tempuh agar mereka bisa mengetahui ilmu syar’i dan mengamalkannya.

Jadilah engkau seorang yang telaten dan tidak mudah menyerah dalam berdakwah kepada orang tuamu.Ingatlah ketika engkau kecil. Ketika engkau hanya bisa tidur dan menangis. Orangtuamulah yang mengajarimu, mengurusmu, memberimu makan, membersihkanmu dan memenuhi kebutuhanmu. Ketika engkau mulai merangkak, kemudian berdiri, dengan sabar orangtuamu memegang tanganmu dan melatihmu. Dan betapa senangnya hati orangtuamu melihat langkah kaki pertamamu. Bertambah kesenangan mereka ketika engkau berjalan meski dengan tertatih-tatih. Saat engkau telah bisa berlari-lari, pandangan orangtuamu pun tak lepas darimu. Menjagamu dari melangkah ke tempat yang berbahaya bagimu.

Ketika engkau mulai merasa letih berdakwah, ingatlah bahwasanya orangtuamu telah membesarkanmu, merawatmu, mendidikmu bertahun-tahun tanpa kenal lelah.

Ya. Bertahun-tahun mereka mendidikmu, bersabar atas kenakalanmu… Maka mengapakah engkau begitu mudahnya menyerah dalam berdakwah kepada mereka? Bukankah kewajiban kita hanyalah menyampaikan, sedangkan Allah-lah Yang Maha Pemberi Hidayah. Maka teruslah berdakwah hingga datang waktunya Allah Membuka hati kedua orangtua kita.

Landasi Semuanya Dengan Ilmu

Seorang anak dengan sedikit ilmu, maka bisa jadi ia akan bersikap lemah dan mudah futur (putus asa) saat menghadapi rintangan dari orangtuanya yang sudah banyak makan garam kehidupan. Bahkan, ia tidak bisa berdakwah pada orang tuanya. Sedangkan seorang anak yang ilmunya belum matang, bisa jadi ia bersikap terlalu keras. Sehingga orangtuanya justru makin antipati dengan dakwah anaknya.

Maka, bekalilah dirimu dengan ilmu berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah berdasarkan pemahaman yang benar, yaitu pemahaman salafush shalih. Karena dengan ilmulah seorang mampu bersikap bijak, yaitu mampu meletakkan segala sesuatu pada tempatnya.

Dengan ilmulah kita mengetahui hukum dari permasalahan yang kita hadapi dan bagaimana solusinya menurut syariat. Dengan ilmulah kita mengetahui, pada perkara apa saja kita harus menaati orang tua. Pada perkara apa sebaiknya kita bersikap lembut. Dan pada perkara apakah kita harus teguh layaknya batu karang yang tetap berdiri tegak meski berkali-kali dihempas ombak. Dan yang tidak kalah pentingnya kita bisa berdakwah sesuai dengan yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya.

Maka tidak benar jika saat terjadi benturan sang anak justru berputus asa dan tidak lagi menuntut ilmu syar’i. Padahal dia justru sangat butuh pada ilmu tersebut agar dapat menyelesaikan permasalahannya. Saat terjadi konflik dengan orang tua sehingga engkau kesulitan mendatangi majelis ilmu, usahakanlah tetap menuntut ilmu meski hanya sekedar membaca buku, mendengar rekaman kajian atau bertanya kepada ustadz. Dan segeralah kembali ke majelis ta’lim begitu ada kesempatan. Jangan lupa! Niatkanlah ilmu yang kau cari itu untuk menghilangkan kebodohan pada dirimu dan orang lain, terutama orangtuamu. Karena merekalah kerabat yang paling berhak atas dakwah kita.

Karena itu, wahai saudariku…

Istiqomahlah!

Dan bingkailah keteguhanmu dengan ilmu dan amal shalih

Hiasilah dirimu di depan orangtuamu dengan akhlaq yang mulia

Tegar dan sabarlah!

Tegarlah dalam menghadapi rintangan yang datang dari orangtuamu.

Dan sabarlah dalam berdakwah kepada orang tuamu

Tetap istiqomah dan berdakwah. Sambil terus mendoakan ayah dan ibu

Hingga saat datangnya pertolongan Allah…

Yaitu saat hati mereka disinari petunjuk dari Allah

insyaa Allah

Teriring cinta untuk Ayah dan Ibu…

Semoga Allah Mengumpulkan kita di surga Firdaus-Nya. Aamiin.

Repost dengan sedikit perubahan oleh : -Satu Cahaya Hidupku-

Maraaji’:

Durhaka kepada orang Tua oleh ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, majalah Al Furqon edisi 2 Tahun IV
14 Contoh Praktek Hikmah Dalam Berdakwah, Ustadz Abdullah Zaen, Lc.
Kajian Bahjah Qulub Al Abror oleh ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar, tanggal 4 November 2007

***
Ananda mokodongan
Sumber artikel : www.muslimah.or.id
http://www.satucahayahidupku.net/2011/01/ayah-ibu-izinkan-ananda-istiqamah/

Ceraikan Aku…!!!

Demikianlah luapan emosi yang terkadang terungkap dari mulut sebagian wanita yang tidak kuasa menghadapi problematika dan pernik-pernik kehidupan rumah tangga.

Sebelum seorang wanita meminta untuk dicerai maka hendaknya ia merenungkan hal-hal berikut ini:


Pertama : Sesungguhnya pernikahan merupakan ibadah yang dicintai Allah dan mendatangkan begitu banyak faedah. (silahkan lihat kembali penjelasan Ibnul Qoyyim rahimahullah di Kriteria Calon Istri Idaman (seri1)).


Kedua : Syari'at berusaha menjauhkan pasangan suami istri dari perceraian sejauh mungkin

Oleh karenanya :

Pertama : Allah telah mensifati pernikahan dengan perjanjian yang kuat, Allah berfirman

وَكَيْفَ تَأْخُذُونَهُ وَقَدْ أَفْضَى بَعْضُكُمْ إِلَى بَعْضٍ وَأَخَذْنَ مِنْكُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا

Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat. (QS An-Nisaa :21)


Hal ini tentunya mendorong kita agar memuliakan perjanjian tersebut dan berusaha untuk tidak melepaskan perjanjian tersebut.

Kedua : Syariat menjadikan perceraian dalam beberapa tingkatan agar menjadi perenungan bagi sang suami, dan syari'at tidak langsung menjadikan perceraian sebagai bentuk perpisahan abadi antara suami dan istri.



Karenanya suami yang menjathuhkan talak satu (menceraikan istrinya sekali) maka ia berhak untuk kembali lagi kepada istrinya selama istrinya masih dalam masa iddah. Demikian juga jika ia menjatuhkan talak kedua. Sehingga sang suami dan istri -setelah terjadi talak satu ataupun talak dua- akan lebih berpikir ke depan memandang kemaslahatan yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangganya. Karena betapa banyak suami yang menyesal setelah menjatuhkan talak kepada istrinya. Dan betapa banyak pula istri yang tadinya membangkang dan berakhlak buruk kepada suami akhirnya bisa berubah dan membaik setelah dicerai.

Adapun jika telah jatuh talak yang ketiga maka sang lelaki tidak boleh kembali kepada sang wanita kecuali jika sang wanita telah menikah dengan lelaki yang lain. Allah berfirman

فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا تَحِلُّ لَهُ مِنْ بَعْدُ حَتَّى تَنْكِحَ زَوْجًا غَيْرَهُ فَإِنْ طَلَّقَهَا فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا أَنْ يَتَرَاجَعَا إِنْ ظَنَّا أَنْ يُقِيمَا حُدُودَ اللَّهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ يُبَيِّنُهَا لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui. (QS Al-Baqoroh 229-230)


Ketiga : Syari'at menganjurkan agar seorang suami tidak menceraikan istrinya dan bersabar dengan kondisi istrinya yang ia benci. Allah berfirman

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS An-Nisaa : 19)

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda :

لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

"Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang wanita mukminah (istrinya), jika ia membenci sebuah perangai dari istrinya maka hendaknya ia ridho dengan perangai yang lain dari istrinya" (HR Muslim no 1469)

Keempat : Allah memerintahkan agar suami bisa menahan diri dan tidak tergesa-gesa dalam mendidik istrinya. Allah berfirman

وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

Dan wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya (yaitu tidak melaksanakan kewajibannya sebagai seorang istri-pen), maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. (QS An-Nisaa :34)

Kelima : Jika ternyata pasangan suami istri tidak bisa mengatasi permasalahan rumah tangga mereka sendiri maka syari'at menganjurkan untuk menjadikan pihak ketiga menjadi penengah dalam menyelesaikan permasalahan pasutri tersebut. Allah berfirman

وَإِنْ خِفْتُمْ شِقَاقَ بَيْنِهِمَا فَابْعَثُوا حَكَمًا مِنْ أَهْلِهِ وَحَكَمًا مِنْ أَهْلِهَا إِنْ يُرِيدَا إِصْلاحًا يُوَفِّقِ اللَّهُ بَيْنَهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيمًا خَبِيرًا

Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam (juru damai-pen) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS An-Nisaa : 35)

Keenam : Suami yang menceraikan istrinya dalam keadaan dipaksa atau dalam keadaan tidak sadar atau gila maka talaknya tersebut tidak sah.

Ketujuh : Talak yang hanya terbetik dalam hati dan tidak terlafalkan (tidak terucapkan) maka tidak sah. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِى عَمَّا حَدَّثَتْ بِهِ أَنْفُسُهَا مَا لَمْ تَتَكَلَّمْ أَوْ تَعْمَلْ بِهِ

"Sesungguhnya Allah memaafkan kepada umatku apa yang terbetik dalam jiwa mereka selama belum diucapkan atau diamalkan" (HR Al-Bukhari no 6664 dan Muslim no 127)

Kedelapan : Haram bagi seorang wanita meminta kepada suaminya untuk menceraikan madunya. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda

ولا تسأل المرأة طلاق أختها لتكفأ ما في إنائها

"Jangalah seorang wanita meminta (kepada suaminya) untuk menceraikan madunya agar ia bisa menumpahkan apa yang ada di bejana madunya tersebut" (HR Al-Bukhari no 2140 dan Muslim no 1408)

Kesembilan : Syariat menjadikan perceraian (talak) di tangan suami, karena suamilah yang telah membayar mahar dan yang menanggung nafkah keluarga, dan suami lebih bisa menjaga emosinya dan lebih memandang ke depan.

Kendati perceraian merupakan perkara yang buruk akan tetapi terkadang kondisi memang mengharuskan terjadinya perceraian.

Ibnu Taimiyyah berkata:

الأَصْلُ فِي الطَّلاَقِ الْحَظْرُ وَإِنَّمَا أُبِيْحَ مِنْهُ قَدْرُ الْحَاجَةِ

"Hukum asal talak adalah terlarang, dan hanyalah diperbolehkan sesuai kebutuhan" (Majmuu' Al-Fataawaa 33/81)

Dan tindakan ini –perceraian- hendaknya tidaklah ditempuh kecuali jika memang dalam kondisi terpaksa. Karenanya perceraian tidaklah ditempuh kecuali :

1. Jika setelah menjalani pernikahan ternyata tujuan dari pernikahan –seperti kasih sayang diantara pasutri, menjaga kehormatan, memperoleh keturunan- tidak bisa diraih.

2. Sudah menempuh berbagai jalan untuk memperbaiki kondisi rumah tangga yang buruk, seperti masuknya pihak ketiga agar memperbaiki kondisi, akan tetapi tidak menghasilkan buah yang baik

3. Usaha memperbaiki problematika rumah tangga hendaknya dilakukan berulang-ulang.

4. Ingat bahwa perceraian merupakan jalan keluar yang terakhir…!!!



Ketiga : Sebaliknya perceraian merupakan perkara yang sangat dicintai oleh Iblis.

Para prajurit Iblis dari kalangan para syaitan selalu berlomba-lomba untuk bisa memisahkan dan menghancurkan rumah tangga pasangan suami istri. Iblis raja para syaitan sangat berbangga dengan prajuritnya yang berhasil menceraikan pasangan suami istri.

Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ إِبْلِيْسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الماءِ ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ : فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُوْلُ : مَا صَنَعْتَ شَيْئًا قال ثُمَّ يَجِيْءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُوْلُ مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ قَالَ : فَيُدْنِيْهِ مِنْهُ وَيَقُوْلُ : نعم أنت

"Sesungguhnya Iblis meletakkan singgasananya di atas air (laut), kemudian ia mengutus para prajuritnya. Maka prajurit yang paling dekat dengan Iblis adalah yang paling besar fitnahnya (penyesatannya). Maka datanglah salah satu prajuritnya dan melapor : "Aku telah melakukan ini dan itu", maka Iblis berkata, "Engkau belum melakukan apa-apa", kemudian datanglah prajurit yang lain dan melapor, "Aku telah menggodanya hingga akhirnya aku menceraikannya dengan istrinya". Maka Iblispun mendekatkan prajurit syaitan ini di sisinya lalu berkata, "Engkau prajurit terbaik" (HR Muslim no 2813)

Hadits yang agung ini menunjukan bahwa prajurit Iblis berlomba-lomba mendekatkan diri mereka kepada Iblis, dan yang paling dekat dengan Iblis dan mendapatkan kedudukan tinggi di sisi Iblis adalah yang paling banyak menimbulkan kerusakan kepada manusia. Ternyata prajurit syaitan kesayangan Iblis adalah syaitan yang berhasil menceraikan pasangan suami istri. Iblis tahu bahwasanya dengan bercerainya dua pasangan suami istri maka akan menimbulkan banyak kerusakan. Diantaranya kedua-duanya bisa jadi terjerumus dalam berbagai model kemaksiatan hingga akhirnya bisa menjerumuskan mereka berdua dalam perzinahan…, hancurnya masa depan anak-anak mereka…, dendam dan kesedihan yang berkepanjangan… dan dampak-dampak buruk yang lain yang merupakan akibat negatif dari perceraian.

Karenanya diantara perkara yang dilakukan oleh para penyihir adalah memisahkan dan menceraikan pasangan suami istri. Allah berfirman :

فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ

Maka mereka mempelajari dari kedua Malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. (QS Al-Baqoroh : 102)

Karenanya janganlah sampai salah seorang dari pasangan suami istri –disadari atau tanpa disadari- ikut membantu mewujudkan cita-cita dan angan-angan Iblis yaitu menceraikan pasangan suami istri.


Keempat: Wanita yang meminta cerai tanpa ada alasan syar'i yang kuat merupakan perbuatan dosa

Seorang wanita yang meminta cerai dari suaminya tanpa adanya sebab yang syar'i maka terancam ancaman yang keras. Nabi shallallahu 'alaiahi wa sallam bersabda:

أيُّما امرأةٍ سألت زوجَها طلاقاً فِي غَْيِر مَا بَأْسٍ؛ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الجَنَّةِ

"Wanita mana saja yang meminta kepada suaminya untuk dicerai tanpa kondisi mendesak maka haram baginya bau surga" (HR Abu Dawud no 1928, At-Thirmidzi dan Ibnu Maajah, dan dihahihkan oleh Syaikh Albani)

Hadits ini menunjukan ancaman yang sangat keras bagi seorang wanita yang meminta perceraian tanpa ada sebab yang syar'i yang kuat yang membolehkannya untuk meminta cerai. Berkata Abu At-Toyyib Al'Adziim Aabaadi, "Yaitu tanpa ada kondisi mendesak memaksanya untuk meminta cerai…((Maka haram baginya bau surga)) yaitu ia terhalang dari mencium harumnya surga, dan ini merupakan bentuk ancaman dan bahkan bentuk mubaalaghoh (berlebih-lebihan) dalam ancaman, atau terjadinya hal tersebut pada satu kondisi tertentu yaitu artinya ia tidak mencium wanginya surga tatkala tercium oleh orang-orang yang bertakwa yang pertama kali mencium wanginya surga, atau memang sama sekali ia tidak mencium wanginya surga. dan ini merupakan bentuk berlebih-lebihan dalam ancaman" ('Aunul Ma'buud 6/308)

Akan tetapi wanita boleh saja meminta cerai jika memang kondisinya memaksa demikian.

Bersambung….

http://www.firanda.com/index.php/artikel/keluarga/158-ceraikan-aku#.ToLH6nN59jg.facebook

Madinah, 06 05 1432 H / 10 04 2011 M

Abu Abdilmuhsin Firanda Ananda Mokodongan

www.firanda.com

Teguran Untuk Kalian Yang Menjadi Wasilah Hidayah Allah Bagi Kami

Bismillah.

Catatan ini untuk kaum salafiyiin seluruhnya dimanapun engkau berada,
Terutama untuk calon ustadz dan ulama masa depan kita semua,
Dari kami nan masih hijau di atas manhaj salaf nan mulia,
Bagi nan masih tegar semoga diberikan ketetapan hati untuk menapakinya,
Pun pula bagi nan telah mulai mengendor semoga dapat sedikit menjadi kencang seperti semula,
Semoga ia dapat memberi manfaat bagi kita semua,
Aamiin.

Kata pengantar:
Kutuliskan catatan ini untukmu wahai saudara dan saudariku yang kucinta dan kusayang karena Allah, insya Allah. Kutuliskan catatan ini dengan gejolak emosi yang tak terlukiskan. Entahlah, entah apa hasil akhir dari rangkaian tulisan ini, apakah akan runut atau tidak maka aku tak peduli. Pokoknya hari ini aku hanya mau menuliskan sesuatu untuk kalian, semoga bermanfaat.

O iya, selanjutnya (setelah bagian kata pengantar ini) aku akan menggunakan kata ganti ‘kami’ karena sesungguhnya catatan ini bukanlah catatanku pribadi. Catatan ini adalah catatan teman-temanku pula, yaitu catatan teman-teman seperjuanganku sewaktu kuliah di sebuah kota, serta catatan beberapa teman-temanku di kampung halaman yang mengalami nasib serupa, tepatnya keserupaan nasib dalam mencari hidayah dan mempertahankannya didalam hati-hati kami, pula didalam jiwa- jiwa kami, insya Allah

Yang ingin kami sampaikan:
Inspirasi kami dalam menulis catatan ini adalah beberapa peristiwa yang kami alami dan dialog-dialog kami dengan beberapa orang yang kami anggap ‘alim, atau setidaknya lebih ‘alim dari kami-kami ini. Berikut adalah dialognya:

Dialog 1
Kami : Sungguh kami ingin seperti kalian ya akhi/ukhty. Dapat menjadi seorang santri di sebuah pondok pesantren yang telah bermanhaj salaf, menimba ilmu dari para asatidz, bisa berbahasa Arab dan lain sebagainya, insya Allah.

Dia: Kemudian mulailah ia memberi kami beberapa nasihat dari nasihat kenabian yang membuat diri-diri kami terkagum-kagum pada keindahan nasihat yang diberikan dan kepada orang yang memberi nasihat itu. Namun, tak usahlah nasihat-nasihat tersebut kami sebutkan disini karena kami khawatir akan terlalu panjang jadinya tulisan ini.

Kami: Jazakillah khairan ya ukhty (Jazakkallahu khairan ya akhiy), sungguh besar kesyukuran didalam hati-hati kami kepada Allah Ta’ala karena dapat mengenal anti/anta, insya Allah.

Dialog 2
Kami : Sungguh kami ingin seperti kalian ya akhi/ukhty. Kalian telah terdidik dengan didikan manhaj yang haq ini dari dalam rumah-rumah kalian sendiri, kalian mendapatkan contoh dan teladan langsung dari orangtua kalian, insya Allah.

Dia : Kemudian bermacam-macam pengalaman keluar dari mulutnya yang membuat kami terkagum-kagum pula kepada pengalamannya dan juga kepada orang yang mempunyai pengalaman itu.

***

Eits, jangan salah tafsir dulu, kami disini telah faham bahwa kami tak boleh fanatik kepada sebuah mazhab, tak boleh fanatik kepada para ulama dan para ustadz, sehingga tentu pula kami juga faham kalau tak ada alasan bagi kami untuk fanatik kepada kalian. Tidak, bukan itu maksud kami menuliskan catatan ini, insya Allah. Kami faham jika kalian adalah juga mahkluk Allah yang bernama manusia seperti halnya kami, tak ada yang sempurna, semuanya pernah salah dan lupa, sekali lagi kami faham, insya Allah.

Catatan ini hanyalah semata-mata kami niatkan sebagai pengingat bagi yang tengah lupa dan sebagai pemotivasi bagi yang sedang futur meski kami sadar bahwa catatan ini tentu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan peringatan kenabian dan motivasi para ulama.

Kepada pembaca semuanya, sebelum melanjutkan membaca catatan ini maka kami anjurkan kalian untuk terlebih dahulu membaca catatan saudara kami lainnya yang berjudul “Dimana Kita Yang Dahulu?” , agar lebih banyak ibrah yang bisa diambil, insya Allah. Namun, jika kalian adalah bagian dari teman-teman kami yang cukup sibuk maka berikut kami copaskan beberapa bagian penting dari catatan itu pada halaman ini, insya Allah.

...Sama persis dengan yang dulu juga pernah saya alami,
Sebuah fase yang saya yakin hampir semua dari kita mengalaminya dahulu,
yaitu ketika kita juga baru mengenal kebenaran ini,
lalu pertanyaannya,
dimana kita yang dulu?

Adakah kita masih bersemangat ingin mendakwahkan kebenaran ini kepada orang tua, keluarga, dan karib kerabat, seperti dahulu ketika kita baru mengenal kebenaran?

Adakah kita masih menangis jika mendengar kajian-kajian yang dibacakan ayat-ayat Allah dan hadits-hadits Rasulullah di dalamnya, seperti dahulu ketika kita baru mengenal kebenaran?

Adakah kita masih bersemangat untuk mendatangi majelis-majelis ilmu, seperti dahulu ketika kita baru mengenal kebenaran?

Adakah kita masih memperhatikan ibadah kita apakah sudah sesuai sunnah NabiNya atau belum, seperti dahulu ketika kita baru mengenal kebenaran?

Ataukah hanya tertinggal pakaian yang ‘sunnah’ saja pada diri kita, tanpa ada semangat, tangis, dan perhatian lagi??

Yaa Muqollibal quluub.. tsabit quluubanaa ‘alaa diinik.

***

Kawan-kawan sekalian, sering kami berkenalan dengan seorang ‘alim dari kalangan penuntut ilmu, [ingat, penuntut ilmu, bukan dari kalangan ustadz dan ulama karena kami tak punya bagian untuk berbicara apa-apa tentang mereka] dimana disaat berkenalan dengan mereka-mereka itu sungguh begitu besar kesyukuran kami kepada Allah Ta’ala karena banyak ilmu dan nasihat nan bisa kami peroleh dari lisan dan perbuatan mereka. Aduhai, bagi seseorang yang baru saja memperoleh hidayah (baca:manhaj salaf) maka bertemu dengan orang-orang shalih adalah sebuah karunia tak terkira baginya, insya Allah.

Kami yang dahulu ketika baru mendapat hidayah sungguh telah berguling-guling agar hidayah itu tak lepas dari dada-dada kami, berpayah-payah kami, berletih-letih kami, pun tak melankolis rasanya jika kami katakan berdarah-darah perjuangan kami demi bisa berada di atas manhaj ini, insya Allah walhamdulillah.

Awalnya memang kami berubah menjadi orang-orang yang ‘ekstrim’ karena halal dan haram serta sunnah dan bid’ah baru terpola dalam hati dan fikiran kami. Ilmu kami masih cetek dan pengalaman kami pula masih dangkal sehingga kadang menangis sendiri kami jika teringat akan kenangan-kenangan kami kala itu, dimana banyak orang yang lari dari kami (dan lari dari manhaj salaf yang mulia ini) karena kamilah yang terlalu ‘fundamentalis’. Astagfirullaah, itu salah kami, itulah penyakit kami para pemula dalam manhaj salaf yang haq ini dan tentu kalian yang telah berpengalaman telah mengerti arah pembicaraan kami ini, insya Allah. Begitulah, namun bukan itu inti catatan kami kali ini.

Sekarang telah sekian tahun berlalu, telah sekian tahun kami berada di atas manhaj penuh berkah ini, insya Allah dan itupun berkat pertolongan dan motivasi kalian wahai kawan-kawan sekalian, selain pertolongan dari Allah tentunya, insya Allah walhamdulillah.

Namun, kami menjadi terheran-heran sendiri, apakah setelah rentang waktu tertentu seorang penuntut ilmu yang tadinya giat akan mengendor semangat dan ilmunya? Hari ini menimpa saudara-saudara kami maka tak lama lagi akankah menimpa kami pula? Apakah ini telah menjadi sunnatullah bagi seorang penuntut ilmu atau hanya karena factor ‘x’ saja, yang beda orang tentu beda pula fator ‘x’-nya?

Mungkin kalian akan menertawai kami, “Tentu mereka bisa bicara seperti itu karena sekarang mereka tengah berada pada masa-masa ‘jaya’nya (baca:puber dalam da’wah), lihat saja sebentar lagi jika telah tiba waktunya mereka akan pula mengalami apa-apa yang tengah kita alami.”

Yah, futur tentu adalah sebuah sunnatullah karena bukankah iman kita akan bertambah karena keta’atan dan akan berkurang dengan kemaksiatan? Tapi setidaknya, mumpung disaat kami tengah pada masa ‘jaya’ inilah kami bisa memberi sebuah masukan kepada kalian semuanya, sebab jikalah nanti kami telah menjadi seperti kalian tentu kita telah berada pada posisi yang sama, bukan begitu? Namun, kami tetap berdo’a kepada Allah agar kami dan kaum muslimin seluruhnya dijaga dari segala dosa dan kemaksiatan serta semoga Allah tetap condongkan hati-hati kami dan kalian semuanya kepada sunnah meski kita tengah berada disaat-saat futur sekalipun, sebagaimana sabda Rasulullah sallahu ‘alaihiwasallam:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ)رواه أحمد 2/210 وهو في صحيح الترغيب رقم 55 .

Dari Abdullah bin Amru berkata, bersabda Rasulullah sallahu alaihiwasallam : “Setiap amal itu ada masa semangatnya, dan pada setiap masa semangat itu ada masa futur (bosan). Barangsiapa yang ketika futur tetap berpegang kepada sunnahku, maka sesungguhnya ia telah memperoleh petunjuk. Dan barangsiapa yang ketika futur berpegang kepada selain sunnahku, maka sesungguhnya ia telah tersesat.” [ HR. Ahmad, dalam shahih At Targhib no. 55 ]

Wahai engkau para santri/santriawati yang telah terbiasa dengan pendidikan kenabian! Pula bagi kalian wahai para ikhwan dan akhowat yang telah ‘bermadrasah’ dirumah-rumah kalian sendiri! Kalaulah kami meminjam bahasanya ustadz Armen Halim Naro Rahimahullah, “Wahai kalian yang berjiwa hanif”, bersyukurlah kalian kepada Allah Ta’ala karena betapa lapangnya jalan yang kalian jalani untuk sampai kepada manhaj ini, tak perlu berpeluh-peluh kalian dalam berpetualang dari satu ‘kelompok keislaman’ ke kelompok lainnya, yang lain kelompok lain pula penyimpangannya, tak seperti kami yang awalnya sangat benci kepada manhaj ini akibat kebodohan kami, telah terbuang sia-sia umur kami didalam kelompok-kelompok tertentu, dan disaat hijrahpun banyak sekali tekanan yang kami hadapi, yang mana untuk poin ini maka tak usahlah kami ceritakan disini.

Kalian telah diajari untuk menutup ‘aurat-‘aurat kalian sedari balita oleh ibu-ibu kalian, sedang kami? Tahukah kalian, tak jarang kami dihujat oleh keluarga kami sendiri, oleh bapak dan ibu kami sendiri, oleh masyarakat kampung kami sendiri dengan bermacam-macam hujatan dan hinaan, “Dasar anak durhaka” bahkan “Dasar kafir” keluar dari lisan-lisan orangtua kami yang kami faham hal itu mereka lakukan karena begitu sayangnya mereka kepada kami, akan tetapi rasa sayang mereka tersebut adakalanya tidak atas dasar ilmu islam yang mulia.

Jilbab kami digunting-gunting dan selanjutnya kami disuruh untuk berpakaian ala orang-orang ‘modern’ yang sekarang gampang sekali kalian temui di pasar-pasar, jangankan di pasar-pasar modern bahkan di pasar-pasar tradisional dan di pasar-pasar ikan sekalipun akan sangat gampang kalian dapati pakaian-pakaian model begitu.

Butuh waktu lama bagi kami untuk memberi pengertian kepada orangtua kami, kepada keluarga kami, kepada masyarakat kampung kami akan wajibnya menutup ‘aurat, terlebih lagi untuk berpakaian yang super longgar dan jilbab yang super lebar ini. Apalah lagi bagi sebagian kami yang rumahnya di tengah-tengah sawah, berjilbab besar plus berkaus kaki di tengah sawah di bawah terik matahari sambil menuai padi tentulah pemandangan yang mengundang cemo’oh untuk kami.

Kemudian, kalian telah diajarkan tentang etika pergaulan dengan lawan jenis oleh para orang tua dan asatidz kalian sedari kecil, sementara kami? Aduhai, ketika kami baru saja mengetahui bahwasanya pacaran itu sesekali tidaklah ada dalam agama islam nan mulia maka jatuh bangun kami agar bisa putus dari pacar-apacar kami. Kalian sangkakan mudah sajakah bagi kami untuk putus dengan mereka setelah sekian tahun berpacaran tanpa halangan? Sungguh ada sebagian dari kami yang begini, bahkan ada pula sebagian dari orangtua kami yang akan merasa malu jika kami tidak atau belum juga mempunyai pacar!

Ooo, janganlah kalian tanya lagi betapa susahnya kami dalam mengamalkan sunnah dan memerangi bid’ah di kampung-kampung kami, di dusun-dusun kami, berdarah-darah sudah, benar-benar berdarah!

Mungkin karena sebab inilah akhirnya kami menjelma menjadi ikhwan atau akhowat yang agak ‘keras’. Sayang rasanya jika beratnya perjuangan dan banyaknya pengorbanan akan membuat kami bermudah-mudah saja dalam perkara agama. Kami merasakan pahit dan getirnya perjuangan itu sehingga kami tidak ingin jika sekarang Allah telah agak mudahkan urusan-urusan kami maka serta merta kami juga akan menurunkan kadar semangat kami. Tidak, insya Allah tidak, semoga kalianpun tidak, insya Allah.

Aduhai, janganlah kalian marah jika kami berkomentar, “Jikalah di pondok-pondok atau di rumah-rumah yang telah bermanhaj salaf saja telah tidak ada lagi yang ‘shalih’, manalah lagi dengan orang-orang kebanyakan yang ada di pasar-pasar, di terminal-terminal dan ditempat-tempat jahiliyyah lainnya”, bukankah begitu logikanya wahai kawan?

Kadang kami tercenung jika mendapati orang-orang ‘alim seperti kalian tapi bermudah-mudah saja dalam perkara yang kalian anggap sepele, namun sungguh telah menjadi perkara besar bagi kami-kami yang pernah terjerumus di dalamnya. Ah, memang makanan singa tentu tak sama dengan makanan kelinci, namun bagaimanakah cara kami hendak menyampaikan hal ini?

Kadang, kalian yang dahulu mengajarkan kami tentang etika bergaul dengan lawan jenis sehingga dengan berat hati, sekali lagi dengan berat hati kami tinggalkan pacar dan tunangan kami. Kami menjadi sangat hati-hati karena ilmu yang kalian tularkan kepada kami, insya Allah. Namun, sungguh sedih hati kami ketika kami dapati kalian di dunia maya (bahkan benar-benar di dunia nyata) sangatlah jauh panggang dari api. Ada yang di dunia nyata sangat menjaga diri namun berbanding terbalik dengan yang kami dapati di dunia maya, yaitu ketika kami mengintip dinding-dinding fesbuk kalian.

Hahay, kami melakukan hal itu bukan untuk mencari-cari ‘aib kalian akan tetapi karena kami tengah merindu hati kepada kalian, nomor hape kalian tak ada pada kami sehingga kami mencoba untuk mencari kalian di dunia maya. Namun apa yang kami temui, kalian berkomen-komenan dengan para laki-laki/perempuan itu, yang faham agama atau tidak karena bagi kami tidaklah berkurang kelaki-lakian atau kewanitaannya karena itu. Kalian berbahasa dengan bahasa-bahasa yang setahu kami tak ada dalam kamus orang ‘alim seperti kalian.

Ah, sungguh kami tidak hendak menghakimi kalian karena sekali lagi makanan singa tentu tak sama dengan makanan kelinci, tak ada fatwa haram sejauh yang kami ketahui tentang hal ini namun bukankah kehati-hatian telah menjadi asas dalam agama kita ini? Dan bukankah label ‘penuntut ilmu’ atau ‘orang berilmu’ telah ada di dahi-dahi kalian? Suka tak suka dan rela tak rela kalian telah secara tidak langsung dilabeli begitu oleh orang-orang seperti kami.

Sesekali tidaklah masalah bagi kami jika kalian memang add/konfirm ajnaby/ajnabiyyah di fesbuk-fesbuk kalian karena memang di pundak-pundak kalian ada amanah untuk menyampaikan stock ilmu yang kalian miliki, tidak masalah bagi kami jika kalian menjadikan facebook sebagai salah satu ladang dakwah kalian, namun kami benar-benar sedih jikalah hanya karena sebab ini harga diri-diri kalian sebagai seorang ‘alim tercoreng sebab ulah kalian sendiri. Tidak sadarkah kalian jika ulah kalian ini bisa saja berakibat buruk terhadap manhaj kita, terhadap saudara-saudari kita yang tengah berpayah menjadi salafy/salafiyyah sejati? Sungguh, dunia maya ini telah diramaikan oleh berbagai kalangan, tidak hanya oleh kalangan orang-orang ‘alim seperti kalian, akan tetapi juga oleh kalangan orang-orang yang sangat benci akan manhaj ini, yaitu kalangan ahlul bid’ah, kalangan ahlul maksiat, dan sejenisnya bahkan jumlah mereka lebih banyak daripada kalangan nan pertama.

Pun pula, dari kalian jua kami tahu kalau musik itu haram, memajang foto itu haram (kecuali dalam beberapa kondisi darurat), sejauh yang kami ketahui di dunia maya memang tak ada fatwa haram bagi kami dan kalian untuk memajang foto dalam batas-batas tertentu atau dengan syarat-syarat tertentu. Namun sayang, telah kami dapati pula foto pengantin kalian disana, kalian berhias, kalian berpose yang tidak pantas untuk ukuran orang-orang ‘alim seperti kalian. Jikalah foto-foto itu ditag oleh teman-teman kalian maka tak bisakah kalian bersegera untuk menghapusnya?

Satu lagi, bukankan dulu kalian yang membacakan hadist ini kepada kami:

حَدَّثَنَا عَلِيٌّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي وَائِلٍ قَالَ قِيلَ لِأُسَامَةَ لَوْ أَتَيْتَ فُلَانًا فَكَلَّمْتَهُ قَالَ إِنَّكُمْ لَتُرَوْنَ أَنِّي لَا أُكَلِّمُهُ إِلَّا أُسْمِعُكُمْ إِنِّي أُكَلِّمُهُ فِي السِّرِّ دُونَ أَنْ أَفْتَحَ بَابًا لَا أَكُونُ أَوَّلَ مَنْ فَتَحَهُ وَلَا أَقُولُ لِرَجُلٍ أَنْ كَانَ عَلَيَّ أَمِيرًا إِنَّهُ خَيْرُ النَّاسِ بَعْدَ شَيْءٍ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّىاللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا وَمَا سَمِعْتَهُ يَقُولُ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ يُجَاءُ بِالرَّجُلِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيُلْقَى فِي النَّارِ فَتَنْدَلِقُ أَقْتَابُهُ فِي النَّارِ فَيَدُورُ كَمَا يَدُورُ الْحِمَارُ بِرَحَاهُ فَيَجْتَمِعُ أَهْلُ النَّارِ عَلَيْهِ فَيَقُولُونَ أَيْ فُلَانُ مَا شَأْنُكَ أَلَيْسَ كُنْتَ تَأْمُرُنَا بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَانَا عَنْ الْمُنْكَرِ قَالَ كُنْتُ آمُرُكُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَلَا آتِيهِ وَأَنْهَاكُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ وَآتِيهِ رَوَاهُ غُنْدَرٌ عَنْ شُعْبَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ

Ali menuturkan kepada kami, Sufyan menuturkan kepada kami dari al-A’masy dari Abu Wa’il dia berkata; Ada orang yang berkata kepada Usamah, “Seandainya saja engkau mau mendatangi si fulan dan berbicara menasihatinya.” Maka dia menjawab, “Apakah menurut kalian aku tidak berbicara dengannya melainkan aku harus menceritakannya kepada kalian. Aku sudah menasihatinya secara rahasia. Aku tidak ingin membuka pintu yang menjadikan aku sebagai orang pertama yang membuka pintu fitnah itu -menasihati penguasa dengan terang-terangan-. Aku pun tidak akan mengatakan kepada seseorang sebagai orang yang terbaik -walaupun dia adalah pemimpinku- setelah aku mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Mereka bertanya, “Apa yang kamu dengar dari beliau itu?”. Dia menjawab; Aku mendengar beliau bersabda, “Akan didatangkan seorang lelaki pada hari kiamat kemudian dia dilemparkan ke dalam neraka dan terburailah isi perutnya di neraka sebagaimana seekor keledai yang berputar mengelilingi penggilingan. Maka berkumpullah para penduduk neraka di sekitarnya. Mereka bertanya, “Wahai fulan, apa yang terjadi padamu, bukankah dahulu kamu memerintahkan yang ma’ruf kepada kami dan melarang kami dari kemungkaran?”. Lelaki itu menjawab, “Dahulu aku memerintahkan kalian mengerjakan yang ma’ruf sedangkan aku tidak melakukannya. Dan aku melarang kalian dari kemungkaran namun aku justru melakukannya.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Ghundar dari Syu’bah dari al-A’masy (HR. Bukhari [3027] , disebutkan pula oleh Bukhari dalam Kitab al-Fitan [6569] as-Syamilah).

Aduhai, kemanakah ilmu kalian ketika ‘mondok’ itu akan kalian buang? Bagaimanakah hujjah kalian di hadapan Allah kelak tentang ilmu yang ada pada kalian? Bersyukurlah kalian karena kalian telah diberi kesempatan dan keutamaan oleh Allah untuk menuntut ilmu syar’i secara terperinci di madrasah-madrasah kenabian karena tidak setiap orang dan sembarang orang yang diberi kesempatan untuk itu, dan inipun kami catat dari lisan-lisan kalian jua.

Tidakkah kalian tahu pula betapa berat perjuangan kami untuk menyekolahkan kerabat-kerabat kami, anak-anak kami, dan adik-adik kami di sebuah pesantren salaf? Kami kuatkan hati-hati kami, kami ‘keraskan kepala-kepala’ kami, kami putar otak dan kami cari ‘akal agar kerabat-kerabat kami, anak-anak kami serta adik-adik kami tersebut bisa menjadi orang-orang berilmu seperti kalian. Jadi janganlah kalian begitu,sekali lagi janganlah kalian begitu.

Aduhai, ma’afkan lisan-lisan kami yang lancang ini. Sungguh, tak ada maksud untuk menghakimi dan menghujat kalian di hati dan fikiran kami karena meski bagaimanapun kalianlah wasilah hidayah Allah untuk kami. Kami juga masih belajar layaknya kalian yang telah terpelajar. Kami hanya tengah berusaha untuk mengamalkan ayat:

(3) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (2) خُسْرٍ لَفِي الْإِنْسَانَ إِنَّ (1) وَالْعَصْرِ

”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).

Kami sungguh sangat faham bahwasanya godaan yang menghampiri kalian tentu akan jauh lebih besar daripada godaan yang menghampiri kami, fitnah yang melanda kalian tentu pula akan jauh lebih dahsyat daripada fitnah yang melanda kami, terang saja begitu karena level kalian dalam hal ilmu dan amal tentu lebih tinggi dibandingkan kami-kami para pemula ini. Akan tetapi, jikalah kalian sempat tergoda ataupun terfitnah terhadap suatu perkara (terutama lawan jenis) maka tutupilah ia semampu kalian, janganlah sesekali kalian kabarkan kepada kami melalui dinding-dinding fesbuk kalian karena sejatinya kalian adalah para calon ustadz, bahkan para calon ulama masa depan, sehingga sangatlah tidak pantas rasanya jika adab dan akhlak kalian tidak ada bedanya dengan manusia-manusia kebanyakan. Sungguh, sungguh kami menyampaikan hal ini karena begitu besarnya pengharapan kami kepada kalian agar sekian tahun kedepan kalian pula dapat membimbing kami beserta anak cucu kami di atas manhaj yang haq ini, insya Allah. Aamiin.

Selanjutnya, kami pula faham jika dalam keseharian kalian selama sekian tahun kalian selalu berkutat dengan pelajaran yang sama, dengan gaya hidup yang sama sehingga mungkin saja kadangkala rasa jenuh itu akan menghampiri kalian, yang pada akhirnya rasa jenuh ini dapat pula berujung pada rasa ‘bebas merdeka’ jika sekali masa kalian mendapatkan masa libur di rumah-rumah kalian. Namun, ingatlah oleh kalian bahwa kalian adalah manusia-manusia pilihan yang dipilih Allah untuk mempelajari dien ini secara rinci agar kemudian kalian dapat pula menyampaikannya kepada umat, dan sungguh surga dan segala kenikmatan di dalamnya telah menanti kalian sebagai bayaran atas apa-apa yang akan, sedang dan tengah kalian pelajari dan kalian sampaikan itu, insya Allah.

Semoga Allah jagakan kami, kalian dan kaum muslimin semuanya atas dasar ilmu di atas manhaj yang mulia ini. Semoga Allah jagakan niat dan amal kita baik ketika kita tengah berhadapan dengan para mahklukNya ataupun ketika kita sedang berkesendirian saja, aamiin.

***
Bumi Allah,
Goresan Kami

Ananda Mokodongan
***
http://goresankami.blogspot.com/2011/10/teguran-untuk-kalian-yang-menjadi.html

Satu kata saja: ‘afwan’.

Hargailah-istrimu-dan-para-akhwat-ya-ikhwan,,,

Entah kenapa,, yang banyak ana temui pada saat ini, yaitu persoalan hubungan antara ikhwan dan akhwat di Facebook..saking prihatinnya..ana memberanikan diri untuk menulis ini supaya menjadi pelajaran buat ana khususnya..
Internet ini terkadang bahaya juga kalo kita tidak benar-benar bisa menempatkan diri.Kita di FB (facebook) ini dapat berhubungan dengan saudara saudara kita sejenis maupun lawan jenis.

Jujur..ana banyak mendapatkan teman-teman ikhwan yg Alhamdulillah mereka ramah-ramah..ana senang dapat menyambung tali silaturrahmi dengan mereka..


Yang jadi persoalan disini yaitu berhubungannya antara ikhwan dan akhwat ..
kalo kita mau jujur.. nyoba tanyakan pada diri kita dan kita lihat di sekitar kita..bagaimana hubungan atau interaksi para ikhwan dan akhwat sekarang..???
insyAllah kita tau jawabannya..
Lebih baik dan patut bagi kita itu untuk berhati hati dalam berhubungan dengan lewan jenis, jika ada keperluan dalam perbincangan tersebut tidaklah mengapa..atau kah dalam perbincangan tersebut ada manfaat yg dapat di ambil..maka ini lebih baik,, dari pada berbincang masalah masalah yg tidak penting yang malah akan menimbulkan banyak kerugian atau bahkan penyakit hati..
Udah perbincangannya tidak penting..dan setiap hari pula…wah ini parah ..
Bukannya meniadakan hubungan sama sekali..tapi ahsan..jika ada keperluan yg di bolehkan saja,,karena para shahabiyah dulu juga berinteraksi,bukan tidak berinteraksi sama sekali,,wallahua’lam..

Berbicara berinteraksi .. kelihatannya sekarang marak yg namanya ta’aruf lewat internet..
Entah ini cuman sebagai dalih untuk dapat bisa berinteraksi dengan akhwat atau kah bener-bener ta’aruf..ana kurang tau..
Tapi…kebanyakan cara ta’aruf yg telah ana baca dan pelajari kok beda dengan cara anak muda sekarang ya..
Kalo yg sekarang yg banyak ana temui yaitu ta’aruf dengan interaksi langsung dengan jalan chating lewat internet dan tidak jarang ngomongin masalah-masalah yg tidak penting dan setiap hari pula..
Wah…ana gak tau dalam hal ini .. apakah yg begini ini di perbolehkan ..??
Ikhwaaan…?? akhwaaat….??? Di perbolehkan kaaah..??


Lebih baik jika memang ingin menikah lewat perantara saja..insyAllah itu lebih aman…Dan berinteraksi langsung seperlunya saja..

Sebenarnya ana itu gak enak hati (malu).. dan kasihan sama akhwat-akhwat.. karena mereka kebanyakan yg jadi korban..
Hendaklah berhati-hati..jagalah diri kalian dari berbagai penyakit..ana tidak bilang kalo ikhwan tidak dapat terkena fitnah lho ya..!!!..tapi kebanyakn itu ..akhwat yg mudah timbul penyakit di hatinya..

Awalnya datang seorang ikhwan menyapa.. dan si akhwat meresponnya..
Apalagi jika keadaan si akhwat ini mendorong untuk segera menikah,. Maka si akhwat membuka jalan dengan merespon …dg berpikiran mungkin aja….?!?!?
Lama interaksi terjadi…sampai-sampai di dalam hati si akhwat timbul suatu rasa yg apabila rasa itu muncul setelah terjalin hubungan tali pernikahan,,Subhanallah.. alangkah bahagianya..
Tapi jika rasa ini timbul sebelum adanya tali pernikahan.. maka rasa ini dapat menjadi virus yang mematikan..

Si ikhwan pun mengutarakan keinginanya untuk menikahi si akhwat..dan ketika si akhwat menyuruhnya untuk melamar ke orang tuanya..
Ternyata Gimana jawaban si ikhwan ini..??
Ana belum bisa nikah sekarang,,ana belum lulus,,kalo belum bekerja orang tua gak ngebolehin..!!?? GUBRAAK..!


Astaghfirullah ..
Ya ikhwan…apakah kalian tau apa yg akan terjadi 2 atau 3 tahun kedepan..

Atau bahkan apa atum tau besok akan terjadi apa pada kita…??!!!

Allah itu amat sangat mudah membolak balikkan hati hambanya,,,

kalo entar antum nemuin akhwat dan antum ada hati ke dia gimana..??

Kalo misalkan kita di takdirkan meninggal lebih cepat ..

sementara di hati si akhwat virusnya amatlah sangat ganas.

Atau bahkan ada laki-laki yg datang untuk melamar ,,

ia tolak cuman karena di hatinya ada satu ikhwan itu..

Maka apa dengan hal itu banyak faedahnya..?????!!!

Sungguh tidak saudara-saudaraku..kerugia
n yg besar yg kita dapatkan malah…

Perhatikanlah saudara-saudaraku..khususnya para ikhwan dan ana sendiri tentunya..

Jangan lah bemain-main dalam masalah ini jikalau tidak benar-benar telah siap…karena ini bahaya..

Dan para ikhwan-ikhwan yg udah menikah..

hargailah istri(istri) kalian.. jangan mencoba untuk nakal di belakang mereka..

Sampai-sampai chating dg akhwat lain secara sembunyi-sembunyi agar tidak di ketahui istri,,,.Astaghfirullah..
Seharusnya kita itu banyak bersyukur dengan menghargai istri dan membahagiakannya juga tidak mengecewakannya..
Seharusnya kita bersyukur..telah di beri istri yang kenal sunnah yang taat agamanya…
Coba bayangkan jika dapet istri yg tidak kenal sunnah dan bahkan durhaka kepada antum..??

Pikirkan ya ikhwaaan..


Ana pernah bertanya pada ikhwan…
kenapa antum chat sama akhwat itu..?? ada keperluan kah..??
tidak..!!
kemudian apa selanjutnya jawabnya..
akhwat nya cantik-cantik ya…!!

Astaghfirullah…
Sebenarnya denger itu hati ana mangkel…

Ikhwan yang udah lama ngaji…
Mengeluarkan jawaban seperti itu…
apa begitu seharusnya seorang ikhwan yg sudah kenal sunnah…??

Sembunyi-sembunyi chating dg akhwat lain di belakang istrinya..
Na’udzubillah..

Dia berkata …ana pengen istri kedua..!!?
Memang… meskipun keridhaan istri Tidak Menjadi Syarat Di Dalam Pernikahan Kedua..
Apakah tidak lebih baik jika kita rembugan dulu dg istri,,
Dan jika istri menyutujui..apakah tidak lebih tenang dan bahagia..??

Akan saya haturkan tentang masalah poligami setelah pesan ini insyAllah…

Mudah-mudahan Allah selalu menuntun kita dan menancapkan iman kepada hati kita..Aamiin..

Dan patut di perhatikan kepada para akhwat…
Anti lihat kan… gara-gara apa ikhwan itu begitu..
Gara-gara..atau karena melihat foto akhwat..
Lihat catatan ana tentang foto..!!!!baca ya…



Berusahalah untuk menjaga diri kalian…
Allah memuliakan kalian dg mensyariatkan para akhwat untuk mengenakan hijab..supaya tidak menjadi fitnah..
Bukan malah berpose dg memasang foto di profil utama,,,

Semoga menjadi pelajaran bagi kita semua..
Afwan kalo ada perkataan yg tidak berkenan..
Ana ini lemah…mari kita belajar bersama dalam mempelajari agama ini..
Semoga Allah selalu mencurahkan ilmunya kepada kita..Aamiin..
Wallahu a’lam…

Oleh : Abu Farros Ibn Shalihuddin

Sumber : http://anabelajarnulis.blogspot.com/

“Ya Tuhanku janganlah Engkau mengadzabku Sesunguhnya aku mengakui dosaku selama ini Berapa kali aku berbuat kesalahan di dunia Namun Engkau tetap memberiku karunia dan kenikmatan Jika aku ingat penyesalanku atas segala kesalahan Kugigit jariku dan kugeretakkan gigiku Tiada alasan bagiku kecuali tinggal harapan dan prasangka baikku Ampunilah hamba-Mu ini.. Manusia mengira aku orang baik-baik Padahal aku benar-benar manusia terburuk bila tidak Engkau ampuni”

–Belum sempat dia melanjutkan tulisan seputar Poligami,takdir menentukan lain,Allah lebih sayang padanya..

–Sepenggal Kenangan denganmu de,selalu ingin belajar ‘ilmu syar’i…insyaAllah dakwahmu tak pernah usai…

(di penghujung Januari 2011,kami melepasmu…Qaddarullah wa masya’a fa’ala. Innalillahi wa inna ilaihi raaji’un. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu…)

Repost oleh : -Satu Cahaya Hidupku- dengan sedikit penambahan (sudah mendapatkan ijin )

http://www.satucahayahidupku.net/2011/01/hargailah-istrimu-dan-para-akhwat-ya-ikhwan%E2%80%A6/Ananda Mokodongan

Ilmu Terindah Dari Sebuah Melayani


Disaat wanita telah memasuki gerbang pernikahan, maka Allah akan menyediakan kesempatan bagi kita, untuk menjadi pribadi yang indah, bahkan jauh sangat lebih indah.

Dan sungguh, menjadi istri adalah sebuah keindahan yang tidak semua orang akan merasakan kesemua itu. Dan keindahan itu akan terasa sangat lebih indah saat kita dapat dari dalam hati menyadari dan ikhlas karena Allah tentang sebuah melayani.

Lihatlah betapa indahnya dirimu dengan melayani, senyummu tampak sumringah karena ingin seseorang yang kau layani akan merasa terdamaikan oleh keadaan karena adanya dirimu. Walau dalam bagaimanapun adanya keadaanmu sendiri.

Lihatlah betapa damai dirimu dengan melayani. Kau berikan jatah pikiran dan luasnya dadamu yang memang kadang sudah terasa sesak, demi kebahagiaan suami yang kau layani. Mengerti bahkan saat beliau tidak mngerti keadaan beliau sendiri, mendengarkan keluh kesah beliau, merangkul semua kondisi kacau balaunya beliau lengkap dengan semua kenegatifan sikap yang saat itu ditampilkan kepadamu. Manusia ajaib mana yang akan dapat begitu memaklumi keadaan dengan tetap tenang, selain seseorang yang memang tahu arti dari melayani dan meniatkan semua karena Allah?

Lihatlah betapa teduhnya dirimu dengan melayani. Dalam keadaan yang sudah tidak memungkinkan bagi batin sabarmu untuk bisa bersabar lagi, kau masih berusaha mengkontrol semua kemanusiawianmu sebagai wanita kebanyakan yang menangis, memaki, manja pada keadaan dan lain sebagainya. Kesemua karena kesadaranmu untuk tidak ingin memberatkan hati suami yang kau layani.

Lihatlah betapa cantiknya dirimu dengan melayani, kau tampilkan dirimu begitu elegan didepan suamimu, karena perasaan yang tak ingin mengecewakan beliau karena acak- acakannya dirimu.

Lihatlah betapa lembut dirimu dalam balutan kata- kata yang indah, serta nada bicara yang santun saat melayani. Siapa di dunia ini yang tidak punya potensi untuk berteriak dan berlaku kasar? namun dengan kesadaran melayani, maka pilihanmu pun jatuh untuk bersikap sebaliknya demi kedamaian yang kau layani. Bukan sia- sia pada akhirnya, yakinlah bahwa titik akhir dari semua itu, adalah paling tidak keadaan yang akan berbalik melayani dan memuliakan dirimu. Di dunia ini, dimana sih manusia yang tidak suka dimengerti oleh orang lain, apalagi jika manusia tersebut adalah suami kita sendiri?

Lihatlah betapa telah menjadi sabar dirimu saat melayani, teredamlah kemarahanmu karena kesadaran atas diri bahwa melayani itu indah. Indah dalam membahagiakan orang lain, dan bahkan indah dalam mengindahkan dirimu untuk terlalu jauh dalam berdekatan dengan emosi. Keluh kesah memang kadang ada, namun tidak bertengger terlalu lama dan terhapuskan dengan keindahan kesadaran bahwa pada saat tersebut, Allah ridho terhadap kita. disudut lain dari hati, diri diam-diam berdoa bahwa semoga Allah menghapus dosa- dosa kita lewat kesakitan tersebut.

Lihatlah betapa dengan melayani, kau telah memberikan pelajaran berharga kepada para suami untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah. Dengan pelayananmu, maka akan tersibukkan hari- harinya untuk bersyukur kepada Allah atas karunia keindahan sepertimu.

Subhanallah, betapa keajaiban dari kesadaran sebuah melayani, malah akan menjadikan diri kita mulia, bahkan lebih mulia dan terperbaiki. Dengan melayani kau menjadikan dirimu pantas untuk disayangi dan bahkan tidak terlalu pantas untuk disakiti. Dan bahkan semua manusia pasti hanya mempunyai satu hati untuk menyayangi, tidak lebih. dengan melayani kau menjadikan dirimu muara bagi suamimu, manusia tempatnya merasa kembali kerumah, untuk bisa merasa santai dan terdamaikan.

Melayani bukan menjadikan dirimu korban dan pihak yang selalu terkalahkan. Dengan melayani justru kau mengindahkan dirimu, dan menampilkan keadaanmu yang mungkin bakat itu tidak pernah kau sadari, bahwa kau bisa menjadi seindah itu. Benar- benar sebuah pendidikan diri yang sangat elegan dan berkelas.

Dan memanglah benar- benar indah jika sebuah pernikahan yang benar- benar ditujukan karena ingin beribadah kepada Allah. Sungguh benar ternyata bahwa dunia ini memang indah, dan seindah- indah perhiasan dunia adalah Wanita yang sholihah. Allah menjadikan kita indah dengan menjadi seorang istri, dan akhir dari sebuah niat adalah tergantung diri kita bagaimana menjadikan konsep keindahan itu untuk benar- benar menjadi indah. InsyaAllah...

(Syahidah/Voa-islam.com)
Share this post..Ananda Mokodongan

http://m.voa-islam.com/news/article/2011/10/20/16447/ilmu-terindah-dari-sebuah-melayani/

Maafkan Aku Istriku, Ujian Itu Seharusnya Membuat Aku Lebih Sabar


Ini adalah kisah tentang sepasang suami istri, yang dalam bahtera rumah tangga tersebut, Allah memberikan ujian dengan belum hadirnya buah hati ditengah- tengah kehidupan mereka. Semoga menjadi hikmah bagi kita semua, bahwa ujian adalah memang bagian dari kehidupan yang seharusnya membentuk kita agar menjadi pribadi yang lebih sabar.

Alkisah, suatu hari seorang suami yang setelah pulang dari bekerja, mendapati rumahnya kosong tidak berpenghuni. Istrinya tidak berada dirumah kala itu.

Entah mengapa, tiba- tiba seketika itu, meledaklah emosinya. Hal ini semakin bertambah, apalagi setelah melihat istrinya yang tiba- tiba muncul dari balik pintu.

Berkatalah sang suami dengan kemarahannya yang sangat, " Dari mana saja kau?, aku capek pulang kerja kau malah kelayapan di luar "
Si istri tersenyum, dia berniat menjawab pertanyaan suaminya untuk memberikan penjelasan, namun tiba- tiba lehernya terasa seperti tercekik. Sang suami menarik jilbab panjang yang dipakainya hingga nyaris sobek. Dan seketika itu pula si istri terjatuh di tanah.

Sejenak sang istri menghela nafas, dan tak terasa air matanya jatuh. Tapi ditahannya mulutnya sendiri agar tidak mengucapkan sesuatu yang membuat kemarahan suaminya semakin menjadi- jadi.

" Aku akan membuatkan air hangat untuk kau mandi, suamiku" kata sang istri sambil menyeka air matanya dan mencoba berdiri.

" Tidak usah!" Jawab sang suami dengan keras.

" Semakin lama, aku bosan dengan keadaan seperti ini. Aku ingin anak darimu, tapi mengapa kau malah mandul. Dasar istri tidak berguna!" Lanjut suaminya dengan sangat marah.

" Maaf" jawab si istri pelan.

" Sudahlah! tidak ada gunanya kau minta maaf. Kau ku ceraikan saat ini juga. Aku ingin wanita yang bisa memberiku anak" Jawab suaminya.

Sang istri rasanya seperti tersambar petir, ketika suaminya mengatakan kata cerai yang begitu tanpa beban keluar dari mulutnya. Dia benar- benar tak habis pikir, mengapa suaminya begitu sangat tega kepadanya, bahkan sebelum dia memberikan penjelasan tentang apa yang dilakukannya tadi di luar.

Dia pun bertanya pada dirinya sendiri, mengapa setelah bertahun- tahun mereka menikah, dan dengan sepenuh hati dia telah melayani suaminya, namun dalam hitungan detik saja, suaminya telah tega menceraikannya.

Sang istri terus memohon kepada suaminya agar tidak menceraikannya, namun suaminya bahkan semakin lagi dan lagi dalam mengucapkan kata cerai bahkan sampai 3 kali. Setelah itu, di usirlah sang istri dari rumahnya.

Keesokan harinya, datanglah seorang ibu tua yang ingin bertamu hendak menemui sang istri. Suaminya hanya menjawab singkat kalau sang istri sudah tidak menghuni rumah tersebut. Si ibu tua kemudian minta ijin menjelaskan sebentar tentang maksud kedatangannya kali ini. Dia berkata bahwa dia ingin melanjutkan pembicaraan yang terpotong di hari sebelumnya tentang niat sang istri tersebut untuk melamar putrinya tersebut untuk menjadi istri kedua bagi suaminya.

Mendengar hal itu, Sang suami benar- benar terkejut dan tidak menyangka,

" Benarkah itu? " tanyanya pendek

" Ya, dia bilang dia ingin menyenangkanmu dengan memberikanmu istri yang baru, agar kau beroleh keturunan.Namun dia tergesa- gesa pulang, karena teringat pada jam itu kau pasti sudah pulang, dan dia sangat ingin menyiapkan kebutuhanmu di rumah" Jawab si ibu menjelaskan

Si suami tidak bisa berkata apa- apa lagi. Rasanya tercekat tenggorokannya untuk mengeluarkan bahkan hanya untuk sebuah kata. Dia tidak menyangka, bahwa sang istri telah begitu luas hatinya demi kebahagiaannnya. Namun dia balas semua itu dengan kata thalak 3 yang dengan mudah terlontar untuknya begitu saja, kemarin.

Akhirnya...

Dengan perasaan penuh sesal, sang suami terus melanjutkan hidup.

Dan kali ini episode hidupnya telah sampai pada sebuah pernikahannya yang kedua. Dia menikahi anak dari ibu tua tersebut.

Setelah setahun berlalu, merekapun ternyata belum kunjung dikaruniai seorang anak. Terbersit keinginan sang suami untuk memperoleh keterangan tentang kesehatannya kepada seorang dokter. Setelah beberapa hari, diperoleh keterangan ternyata bahwa dialah yang mandul.

Seketika, muncullah kembali bayangan istrinya terdahulu yang begitu sholihah, sangat pengertian, serta sabar menerima keadaan. Hal apapun dihadapi istrinya itu dengan ikhlas tanpa keluhan, walaupun batin sang istri sendiri sering disakiti oleh perangai suaminya yang mudah marah dan sering kali memukulnya.

Rasa penyesalan dan sedih berkepanjangan semakin menyeruak dalam benak sang suami saat itu. Dia merasa bahwa ini adalah hukuman dari Allah karena telah menyia- nyiakan istrinya yang terdahulu yang telah dengan setia menemaninya bertahun- tahun. Bertahun- tahun pula dia menuduh bahwa sang istri yang bermasalah karena tidak bisa mengandung seorang anak. Namun, ternyata kini semua telah jelas, bahwa dialah justru yang "bermasalah".

Dan kini, tidak tersisa apapun baginya kecuali penyesalan yang sangat. Dalam sedih dia berjanji pada dirinya sendiri untuk selalu menghormati istrinya, dan tidak akan dengan gampang mengumbar amarah kepada istrinya kembali, terutama dengan tindakan yang begitu ringannya dia mengobral kata cerai bagi pasangan hidupnya.

(Syahidah/voa-islam.com)
Share this post..Ananda Mokodongan

http://m.voa-islam.com/news/article/2011/10/28/16510/maafkan-aku-istrikuujian-itu-seharusnya-membuat-aku-lebih-sabar/

Apakah Kau Mengerti Apa Arti Menyayangi Suamimu?


Apakah kau mengerti apa itu arti menyayang suami
ialah ketika ...
Kau hadirkan dirimu untuknya dalam sesulit apapun keadaan beliau bagimu
kau dapat dipercayanya, kau menjadi penasehat terdekatnya, dan menjadi tempat beliau membuang uneg- uneg, sehingga di depan orang lain, beliau menjadi orang yang baik- baik saja keadaannya, serta otomatis dengan begitu tertutup aibnya.
Kau mengerti dan menyediakan dirimu untuk mengerti beliau, melebihi diri beliau sendiri dan apalagi orang lain, dalam mengertinya.
kau menyediakan seluas- luasnya hatimu untuk merangkul dan mendekapnya dalam setiap kesedihannya dan bahkan dalam sempitnya emosi yang dikeluarkannya..
Kau menjadi obat untuk sesakit- sakit perasaan dan cobaan hidupnya
Kau menomor duakan ego dan sakitmu demi kebahagiaan dan ridhonya. Sampai- sampai sura hati beliau mengatakan dan bersyukur atas nikmat kepatuhanmu kepadanya.
Kau menjadi sumber kebahagiaan baginya, penenangnya dikala sedih, penguatnya disaat rapuh, dan tempat berbagi dengannya tentang hal apapun yang kau suka dan ataupun kau tidak suka.
Kau menjadikan dirimu alarm paling halus dalam mengingatkannya, saat beliau teralfa
Kau jadi satu- satunya penerimanya disaat beliau merasa telah kehilangan semuanya bahkan sekedar untuk merasa diterima, dan kau menjadi pendukungnya dalam apapun yang beliau lakukan selama hal itu tidak bertentangan dengan yang Allah perintahkan.
Kau menjadikan dirimu indah dalam penampilan dan senyum, karena sayangmu mengatakan kau tak ingin mengecewakan yang kau sayangi yaitu suamimu
Kau berpikir positif atas apapun yang beliau lakukan terhadapmu, pun jika beliau ternyata khilaf kepadamu, maka hatimu yang begitu luas justru yang pertama kali memaafkannya, sebelum diri beliau sendiri menyadari hal itu.
Maka berbahagialah untuk siapapun yang telah dan sedang disayangi. Dan hargailah semua itu karena kesemuanya tentulah ada batas akhirnya. dan mulialah bagi siapapun yang bersedia menyayangi, karena sungguh hal itu tidaklah mudah. namun ingatlah, jangan pernah duakan rasa sayangmu terhadap Allah diatas apapun yang kau sayangi. Sehingga kau akan mengerti betapa maha sucinya Allah yang telah menciptakan sebuah rasa kasih sayang....

Apakah kau mengerti apa arti menyayangi suamimu ?

Ialah ketika ...

Kau hadirkan dirimu untuknya dalam sesulit apapun keadaan beliau bagimu.

Kau dapat dipercayanya, kau menjadi penasehat terdekatnya, dan menjadi tempat beliau membuang uneg- uneg, sehingga di depan orang lain, beliau menjadi orang yang baik- baik saja keadaannya, serta otomatis dengan begitu tertutup aibnya.

Kau mengerti dan menyediakan dirimu untuk mengerti beliau, melebihi diri beliau sendiri dan apalagi orang lain, dalam mengertinya.

Kau menyediakan seluas- luasnya hatimu untuk merangkul dan mendekapnya dalam setiap kesedihannya dan bahkan dalam sempitnya emosi yang dikeluarkannya.

Kau menjadi obat kala perasaannya sakit penuh dengan cobaan hidup.

Kau menomor duakan ego dan sakitmu demi kebahagiaan dan ridhonya. Sampai- sampai suara hati beliau mengatakan dan bersyukur atas nikmat kepatuhanmu kepadanya.

Kau menjadi sumber kebahagiaan baginya, penenangnya dikala sedih, penguatnya disaat rapuh, dan tempat berbagi dengannya tentang hal apapun yang kau suka dan ataupun kau tidak suka.

Kau menjadikan dirimu alarm paling halus dalam mengingatkannya, saat beliau teralfa dari kebaikan.

Kau jadi satu- satunya penerimanya disaat beliau merasa telah kehilangan semuanya bahkan sekedar untuk merasa diterima, dan kau menjadi pendukungnya dalam apapun yang beliau lakukan selama hal itu tidak bertentangan dengan yang Allah perintahkan.

Kau menjadikan dirimu indah dalam penampilan dan senyum, karena sayangmu mengatakan kau tak ingin mengecewakan yang kau sayangi yaitu suamimu.

Kau berpikir positif atas apapun yang beliau lakukan terhadapmu, pun jika beliau ternyata khilaf kepadamu, maka hatimu yang begitu luas justru yang pertama kali memaafkannya, sebelum diri beliau sendiri menyadari hal itu.

Maka berbahagialah untuk siapapun yang telah dan sedang disayangi. Dan hargailah semua itu karena kesemuanya tentulah ada batas akhirnya. dan mulialah bagi siapapun yang bersedia menyayangi, karena sungguh hal itu tidaklah mudah. namun ingatlah, jangan pernah duakan rasa sayangmu terhadap Allah dengan apapun yang kau sayangi di dunia ini. Sehingga kau akan mengerti betapa maha sucinya Allah subhanahu wata`ala, yang telah menciptakan sebuah rasa kasih sayang....

(Syahidah/voa-islam.com)

Share this post..Ananda Mokodongan

http://m.voa-islam.com/news/article/2011/10/09/16298/apakah-kau-mengerti-apa-arti-menyayangi-suamimu/

Subhanallah, Sungguh Indah Suaramu, Wahai Wanita

Subhanallah, Sungguh Indah Suaramu, Wahai Wanita
Wanita... makhluk yang sangat indah, yang tercipta dari sebuah kuasa yang Maha indah.

Wanita... sesuai dengan kodratnya yang selalu lekat dengan sejuta pesona yang dapat membawa siapapun masuk dalam kefanaan yang terindah.

Wanita... puing kesejatian kemegahan surga yang akan membahagiakan, mendamaikan bahkan melenakan siapapun yang melihat dan kemudian mengenalnya.

Maha suci Allah, sang maha pencipta hambanya yang bernama Wanita.

Keindahan wanita itu salah satunya terpancar dari suaranya. Dan Lekatnya sebuah keindahan suara dalam diri wanita, menjadikan dia lebih dari makhluk yang diberi nama laki- laki.

Canda tawanya yang begitu renyah dan menggemaskan akan menimbulkan rindu bagi hati yang tergoda. Kelembutannya seperti menyihir siapapun yang ikut mendengar. Nada kemaanjaannya, menambah gairah laki- laki untuk semakin melindunginya. Lekuk suaranya, bahkan sampai terbawa dalam hati dan perasaan. Dan Bagai buluh perindu, suara halus mengalun manja menimbulkan ketertarikan bagi siapapun yang telinga mereka menyaksikannya.

Wahai wanita....

Seandainya saja saja kau sadar dengan semua keindahan suaramu dan apapun yang melekat pada dirimu itu. Dan kau tak akan membiarkan kesemuanya terserak dan dinikmati orang yang tidak berhak bagimu dan kemudian seakan terlihat murahan. Lihatlah, betapa sebuah mutiara pasti tak akan terbuang dijalan. Begitu rapi tersimpan dan terbalut dengan iman.

Wahai wanita...

Begitu besar pesona yang terkaruniakan untuk dirimu, sekalipun kau tak menilainya indah. Namun sadarilah, bahwa keindahan itu memanglah ada. Dan keberadaannya bukan hanya sekedar menjadi hadiah untukmu, tetapi pada sisi yang lain, juga menjadi cobaan bagimu. Bahkan Allah subhanahu wata`ala memberi peringatan kepada kaummu, untuk berhati- hati dengan satu sisi kelebihanmu itu, kelembutan suaramu, dengarlah....

`Maka janganlah kalian merendahkan suara dalam berbicara sehingga berkeinginan jeleklah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang ma`ruf.` (Al Ahzab: 32)

Wahai wanita...

Takutlah engkau kepada Allah, dan berhati- hatilah. Bahwa dalam suaramu adalah memang tersimpan sebuah keindahan. Dan keindahan itu akan bermuara dimana, pada kebaikan ataukah maksiat, dirimu sendiri yang menentukan. Jika kau bertanya mengapa harus menghiraukan hal sepele dan remeh yang bernama menjaga suaramu?. Masyaallah, bahkan berapa banyak laki- laki di dunia ini yang sudah terlalu banyak kehilangan akal sehatnya karena godaan wanita?

Kemudian janganlah hanya kita menyalahkan kekurangan mereka, namun ada baiknya jika kita lebih menjaga untuk tidak memancing kekurangan mereka menjadi lebih kurang. Dan saat kau menjaga, semua yang kau miliki akan menjadi semakin dan semakin indah. Dan sebaliknya, betapapun indahnya dirimu saat ini, namun jika hanya murah saja kau tampilkan dirimu diluaran sana, atau kau jadikan dirimu umpan bagi setiap laki- laki yang hanya akan gratis melihatmu terpampang begitu saja, maka nilai keindahan itu akan benar- benar hilang, dan hanya akan sekedar selesai dalam nilai lumrah.

Kau adalah mahal, dan termahalkan, jika kau menjadikan dirimu terhormat dan terlalu mahal untuk hanya sekedar terendahkan.

Maka hargailah dirimu dengan segenap keindahan yang memang bukan milikmu. Ya, saat ini jika kau mengira semua itu mungkin milikmu, tapi bukan. Sekali lagi bukan, pemilik yang sebenarnya akan setiap saat meminta kembali kepadamu, sesuatu yang telah dititipkannya kepadamu. Dan tentu saja lengkap dengan sepaket pertanggungan jawabmu atas perlakuanmu terhadap sesuatu milikNya tersebut.

(Syahidah/Voa-islam.com)
Share this post..Ananda Mokodongan

http://m.voa-islam.com/news/article/2011/10/18/16416/subhanallahsungguh-indah-suaramuwahai-wanita/