Minggu, 11 Desember 2011

Jangan berwajah dua

Jangan berwajah dua:
“Hamba yang paling celaka adalah hamba yang berwajah dan bermulut dua; ia memuji saudaranya di hadapannya dan menghibahnya di belakangnya, jika saudaranya itu dianugerahi nikmat, ia iri dan jika ia ditimpa musibah, ia menghinanya”.

Kerudung Besar, koq Sombong sich?

Si Fulanah sedang duduk di pojok masjid. Sendirian, karena ia baru pertama kali datang ke majelis talim. Di situ ada beberapa akhwat, tapi tampaknya mereka sibuk berbincang-bincang sendiri, seolah-olah Fulanah tidak hadir. Mau mendekati mereka yang berkerudung besar-besar itu? Ah, Fulanah enggan. Jangan-jangan, ntar aku tetap dicuekin, begitu pikirnya. Akhirnya, ia pun tetap duduk sendirian sampai kajian itu berakhir.


Lain waktu, ketika berpapasan dengan akhwat-akhwat berkerudung besar yang sedang berjalan bersama, si Fulanah mencoba menyapa dengan manis, Assalamu`alaikum. Tapi, ternyata respon yang diterima di luar dugaannya. Wa`alaikumsalam, jawab akhwat-akhwat itu dengan nada datar. Tak ada sinyal keakraban sama sekali. Gleg, Fulanah hanya menelan ludah, dan ia pun berlalu dengan cepat. Hiks, pingin menangis, pingin marah. Tapi, mau gimana lagi? Kayaknya, Fulanah dengan kerudung kecilnya tidak bisa menembus masuk dalam komunitas akhwat `senior` seperti mereka, meski cuma say hello with salam.
Sekelumit kejadian di atas memang telah nyata-nyata terjadi. Di desa dan di kota besar, di Indonesia dan di luar negeri, hampir-hampir virus sombong karena merasa lebih tinggi derajatnya dalam ilmu dan amalan telah menjangkiti sebagian akhwat. Padahal, ilmu yang dipelajari, ibadah dan dakwah, bukanlah sesuatu yang menyebabkan seseorang layak untuk sombong. Pun, jika seseorang mempelajari ilmu bukan dengan ikhlas kepada Allah, misal untuk bertujuan mendebat orang bodoh atau ingin disejajarkan dengan para ulama, maka tempatnya di neraka.
Di sisi lain, terlalu cepat mencela akhwat yang kerudungnya belum besar, atau masih baru pake kerudung, atau bahkan belum berkerudung juga salah. Boleh jadi mereka ada keinginan untuk memakainya, namun belum bisa terealisasi karena ada halangan-halangan tertentu. Nasehat yang bijak patut diberikan, karena celaan-celaan itu malah akan membuat mereka `down` alias mutung. Belum lagi imbas tersebarnya virus tersebut kepada masyarakat: dakwah akan terganggu karena para aktivitisnya terkesan `eksklusif`.
Bener nggak sich?



http://jilbab.or.id/archives/440-kerudung-besar-koq-sombong-sich/

Ukhti, Bolehkah Aku Meminta Fotomu?

Ukhti,…sebelum tiba ke dalam gerbang pernikahan biasanya engkau akan mengalami ihwal melihat calon pasanganmu. Baik si dia maupun engkau masing-masing ingin tahu lebih banyak tentang calon yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dan,..memang itu tidak salah bahkan islam menganjurkan agar calon suami ukhti melihat dirimu, karena agama kita ini adalah agama yang hanif yang tidak memuat kecurangan ataupun membuat rugi pemeluknya maka engkau akan melihat betapa sempurnanya dienmu ini.Bila masa itu tiba, dan engkau ingin dilihat olehnya, maka persiapkanlah dirimu dengan sebaik-baiknya biarkan ia melihatmu jangan engkau tutupi segala kekurangan yang ada padamu karena itu akan membawa penyesalan nantinya adapun kelebihan yang ada pada dirimu maka pertahankanlah, jadilah dirimu sendiri, inilah aku apa adanya, semoga engkau menjadi suka padaku karena Allah semata.



Ukhti,…sebelum tiba ke dalam gerbang pernikahan biasanya engkau akan mengalami ihwal melihat calon pasanganmu. Baik si dia maupun engkau masing-masing ingin tahu lebih banyak tentang calon yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dan,..memang itu tidak salah bahkan islam menganjurkan agar calon suami ukhti melihat dirimu, karena agama kita ini adalah agama yang hanif yang tidak memuat kecurangan ataupun membuat rugi pemeluknya maka engkau akan melihat betapa sempurnanya dienmu ini.Bila masa itu tiba, dan engkau ingin dilihat olehnya, maka persiapkanlah dirimu dengan sebaik-baiknya biarkan ia melihatmu jangan engkau tutupi segala kekurangan yang ada padamu karena itu akan membawa penyesalan nantinya adapun kelebihan yang ada pada dirimu maka pertahankanlah, jadilah dirimu sendiri, inilah aku apa adanya, semoga engkau menjadi suka padaku karena Allah semata.

Tapi terkadang diantara engkau ya ukhti,…..dihadang pada suatu masalah ketika calonmu jauh darimu sehingga ia tidak bisa melihatmu secara langsung. Maka ia akan meminta foto dirimu. Agar bisa melihatmu dengan lebih dekat dan lebih pribadi. Atau terkadang diantara calon yang ingin melamarmu walaupun sudah melihatmu tapi masih juga menginginkan foto dirimu, maka apa yang akan engkau lakukan?? Ketika calonmu mengatakan, “Ya ukhti…bolehkah aku meminta fotomu??”

Tunggu dulu jangan engkau beri jawaban, iya….karena dengan alasan ia ingin menikahimu maka engkau begitu mudah untuk memberikannya. Bagaimana kalau ia tidak jadi menikahimu?? Bisakah engkau meminta fotomu kembali? Apakah engkau yakin ia bisa menjaga amanah untuk tidak memperlihatkan fotomu kepada orang lain selain kedua orang tuanya? Ah,..mungkin kau berfikiran….inikan hanya sebuah foto! masalah kecil…coba baca keterangan ulama tentang masalah ini agar hatimu tenang dan engkau tidak membuat kesalahan yang fatal.

Ukhti muslimah, sebelum aku menjelaskannya kepadamu,…maka wajib bagimu untuk mengetahui secara detail tentang hukum memandang ini (nazhar).Berangkat dari sebuah hadits mulia yang disampaikan oleh sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini, siapa lagi kalau bukan beliau Nabi kita Muhammad Shalallahu alaihi wassalam bersabda:

Jika salah seorang diantara kalian meminang seorang wanita sekiranya ia dapat melihat sesuatu darinya yang mampu menambah keinginan untuk menikahinya, maka hendaklah ia melihatnya�(HR. Ahmad dan Abu Daud dengan sanad hasan dan dishahihkan oleh Al-Hakim dari hadits Jabir Radhiyallahu anhu)

Diriwayatkan oleh Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa�i dan Ibnu Majah dari Mughirah bin Syu�bah bahwasanya ia melamar seorang wanita maka Rasulullah bersabda:

Lihatlah ia karena itu lebih melekatkan kalian berdua�

Dan, diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu bahwasanya seorang pria melamar seorang wanita, lalu beliau bertanya, �Apakah engkau telah melihatnya?� ia berkata:�belum�. Beliau bersabda,�Pergilah dan lihatlah ia�.

Dari hadits-hadits diatas dapat kita fahami bahwa islam mensyariatkan calon suami untuk melihat wanita yang akan dinikahinya.Karena sungguh faidahnya yang besar yaitu akan membawa kepada kedekatan diantara kedua belah fihak. Masing-masing akan tahu kelebihan dan kekurangan calon pasangannya.

Tentang masalah memandang ini maka engkau akan dapati perbedaan pendapat dikalangan ulama. Menurut jumhur ulama, �Diperbolehkan bagi pelamar melihat wanita yang dilamarnya�,akan tetapi mereka tidak diperbolehkan melihat kecuali hanya sebatas wajah dan kedua telapak tangannya�. Sedangkan Al-Auza�i mengatakan:�Boleh melihat pada bagian-bagian yang dikehendaki, kecuali aurat�. Adapun Ibnu Hazm mengatakan:�Boleh melihat pada bagian depan dan belakang dari wanita yang hendak dilamarnya�. Bersumber dari Imam Ahmad, terdapat tiga riwayat mengenai hal lain.

pertama, seperti yang diungkapkan jumhur ulama

kedua, melihat apa-apa yang biasa terlihat

ketiga, melihatnya dalam keadaan tidak mengenakan tabir penutup (jilbab).

Jumhur ulama juga berpendapat: �Diperbolehkan melihatnya, jika ia menghendaki tanpa harus minta izin terlebih dahulu dari wanita yang hendak dilamarnya (secara sembunyi-sembunyi)�. Adapun menurut Imam Malik, dari sebuah riwayat bahwa beliau mensyaratkan adanya izin dari wanita tersebut.

Setelah engkau mengetahui dalil tentang hukum memandang (nazhar) yang akan dipinang maka kita kembali kemasalah diatas yaitu ketika ia berusaha untuk meminta foto dirimu, dengan berbagai alasan yang dia ungkapkan kepadamu agar engkau memberikannya. Ya,..mungkin hati kecilmu akan mengatakan hanya sebuah foto,…tidak apa-apa! mungkin engkau telah siap memasukkannya dalam sebuah amplop untuk diberikan kepadanya, foto terbaik yang ada padamu atau bila engkau sama sekali tidak memilikinya maka engkau mungkin akan beranjak pergi ke studio foto agar mereka bisa mengambil gambarmu…

Baiklah,..ukhti muslimah saudaraku fillah,…mari kita simak fatwa dari ulama kita tentang masalah ini,..sungguh aku berharap kepadamu setelah engkau mengetahuinya maka engkau aka berubah fikiran.Inilah jawaban beliau dari sebuah pertanyaan yang diajukan kepadanya (semoga Allah merahmatinya).Ada seorang lelaki yang bertanya kepada Syaikh Utsaimin,�Apakah aku boleh meminta foto wanita yang aku pinang untuk dilihat?�

Maka beliau menjawab: TIDAK BOLEH, karena beberapa sebab:

1. Kemungkinan foto tersebut akan disimpan oleh pelamar, meski ia tidak jadi menikah.

2. Foto tersebut tidak bisa mewakili keadaan orang yang sebenarnya, karena terkadang rupa yang bagus menjadi jelek atau sebaliknya (menjadi bagus) disebabkan foto.

3. Tidak pantas bagi seorangpun untuk memberikan peluang kepada orang lain mengambil foto salah satu anggota keluarganya, baik anak wanita, saudara wanita atau yang lain. Hal tersebut tidak boleh karena megandung fitnah. Boleh jadi foto tersebut jatuh ketangan orang-orang yang fasik, sehingga anak-anak wanita kita akan menjadi bahan tontonan. Jika ia berwajah cantik ia menjadi fitnah bagi banyak orang, namun jika ia berparas kurang rupawan maka ia akan menjadi bahan cercaan orang.(Fatwa Ibnu Utsaimin 20/810)

Jelaslah sudah nasehat yang disampaikan ulama kepada kita, semuanya untuk kemaslahatan kita, para muslimah agar terhindar dari fitnah. Karena itu, bila calonmu meminta fotomu maka kini engkau telah tahu jawabannya. Semoga engkau tidak tertipu oleh bujuk rayunya. Jadilah wanita mulia yang terhormat, Sungguh bila engkau perhatikan , hanya dienmu ini (islam) yang mengangkat derajatmu dan memuliakan dirimu. Semoga Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita, para istrinya dan keluarganya dan sahabatnya hingga hari akhir.Wallahu �alam bish-shawwab.

Sumber rujukan:
http://jilbab.or.id/archives/210-ukhti-bolehkah-aku-meminta-fotomu/
1. Fiqh Wanita, hal :399-340, Syaikh Kamil Uwaidah, Pustaka Al-Kautsar,Jakarta, 1999M.

2. Fatwa-fatwa Muslimah,hal : 253-254,Darul Falah, Jakarta,200M

3.Fatawa Liz Jauzain, Hal:23-24, Media Hidayah, Jogjakarta,2003M.

Istriku Tidak Seperti yang Ku Dambakan

Untuk para pemuda yang akan menikah, untuk para suami yang telah mendapatkan pasangan hidupnya. Kisah ini layak dan perlu untuk ditelaah. Mungkin kau telah membayangkan dengan berbagai juta pesona yang akan kau dapati dari calon pendampingmu.Terukir indah dalam mimpimu setiap malam, dan ketika kau terjaga tampaklah senyum merekah dari bibirmu,� betapa tak sabar hatimu ingin meraihnya. Namun, setelah kau bersamanya dan ia ada disisimu begitu dekat dengan dirimu. Matamu, jiwamu dan hatimu selalu bersamanya setiap waktu tiba-tiba kau merasa kecewa, kau temui ia tidak seperti yang kau dambakan, tidak seperti yang kau inginkan. Ibarat menelan pil pahit ingin segera kau muntahkan dari mulutmu tapi rasa pahit itu terlanjur menyerang di kerongkonganmu.Sulit untuk kau hilangkan dari lidahmu. Wahai para suami apa yang ingin kau lakukan??




Jika terbetik dalam hatimu untuk berpisah darinya maka tunggu dulu hingga kau membaca kisah ini, semoga kau bisa mengambil manfaat darinya dan semoga hatimu sedikit luruh melunak karenanya. Inilah kisahnya saudaraku, simaklah dengan baik-baik :

Ibnu Al-Jauzy mengatakan: �Ada satu riwayat yang dinisbahkan kepada Usman ibn Al-Nisabury: Pekerjaan apa yang ditangguhkan untukmu? Dia mengatakan ; Saya dalam memberikan kasih sayang, hingga keluargaku berupaya untuk menikahkanku, tapi aku tidak mau. Kemudian seorang wanita datang kepadaku lalu mengatakan : Wahai Abu Usman aku mencintaimu, demi Tuhan! Aku mohon padamu untuk menikahi aku. Kemudian aku menghadirkan bapaknya-orang yang tak punya- dan menikahkannya denganku, dengan demikian dia merasa girang dan gembira.



Ketika wanita itu masuk menghadapku, ternyata matanya buta sebelah, memiliki cacat, tidak cantik. Karena cintanya padaku ia melarangku untuk keluar, lalu aku duduk demi menjaga kegusarannya, dan aku tidak menampakkan kebencian sama sekali, seolah-olah aku menyingkirkan segala ketidak sukaan. Aku lakukan itu selama 15 tahun hingga ia wafat. Aku tidak memiliki apapun dari pekerjaanku kecuali aku menangguhkannya, demi untuk memelihara kegusaran hatinya. (Saidul khatir, 635-636)



Ibnu Qayyim mengatakan : �Dikatakan: Ada seseorang menikahi seorang wanita. Ketika masuk ia mendapati pada anggota tubuhnya cacar. Dia mengatakan: Aku menutupi kedua mataku, lalu aku katakan : Aku buta, setelah 20 tahun wanita itu wafat dan dia tidak mengetahui bahwa aku tidak buta. Kemudian dia ditanya mengapa demikian: Dia menjawab aku tidak ingin pandanganku menyedihkannya karena ada aib yang dimilikinya yaitu cacar� (Madarijus Salikin 2/326)



Kemudian simaklah kisah lainnya berikut ini:

Syaikh Dr. Muhammad ibn Luthfy as-Shabbagh mengatakan: Seorang kawan berbicara padaku bahwa gurunya menyimpan rahasia dengan suatu kenyataan yang terjadi dalam kehidupannya, dia mengatakan: Sesungguhnya aku telah menikahi istriku ini selama 40 tahun. Aku tidak pernah melihat satu halpun yang menggembirakan. Sejak hari pertama mempergaulinya, aku tahu dia cocok denganku dalam suatu hal, tapi dia adalah putri pamanku, dan aku yakin tidak ada seorangpun yang mau menanggungnya, aku tetap bersabar dengan penuh perhitungan. Allah subhanahu wata�ala mengaruniakanku beberapa putra yang baik dan shalih, dan memberiku pertolongan padanya untuk menjauhinya dengan menulis berbagai karangan. Dari karangan-karangan itulah aku berharap sumbangsih dalam ilmu pengetahuan dan sedekah jariyah yang mengalir. Dengan demikian, hubunganku yang kurang baik dengan istriku dapat menciptakan hubungan sosial yang produktif dan membangun. Keadaan ini mungkin tidak akan pernah terwujud seandainya aku menikah lagi dengan wanita lainnya.



Beliau mengatakan lagi: Seorang kawan yang lain mengajak aku ngobrol, dia mengatakan: Sejak hari-hari pertama aku menikah dengan istriku, aku benar-benar tidak punya keinginan dan tidak ada rasa cinta sama sekali, tetapi aku telah berjanji kepada Allah untuk bersabar atas masalah ini, tidak menyakitinya, dan aku rela dengan pemberian-Nya ini. Selama pernikahan ini, aku dianugerahi harta yang banyak, dikaruniai beberapa putra, kedamaian dan ketentraman. (nadzarat fil usrah al-muslimah, 196)



Apa pendapatmu setelah membaca kisah diatas?. Segala keputusan ada ditanganmu, wahai para suami,�.Sungguh aku tidak ingin mencampuri kehidupan rumah tanggamu. Sebagai saudara seiman hanyalah sebuah nasehat yang ingin ku berikan kepadamu, Renungkanlah firman-Nya:

Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal ALlah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (AN-Nisaa ;19) dan juga hadits berikut ini semoga hatimu terbuka olehnya:

Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Kalaupun dia tidak menyukai suatu akhlaknya yang buruk, mungkin di sisi lain ada akhlaknya yang dia senangi� (HR. Muslim no.845). Wallahu�alam bish-shawwab.





Sydney, Juni 2005

http://jilbab.or.id/archives/408-istriku-tidak-seperti-yang-ku-dambakan/
Sumber Rujukan:


  1. Ringkasan Shahih Muslim, Pustaka Amani, Jakarta
  2. Kesalahan-kesalahan Suami, (lihat hal:114-116) Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Pustaka Progresif,Surabaya.

Ya,ukhti…Janganlah Engkau Ceritakan Sifat Temanmu Kepada Suamimu

Jangan sekali-kali engkau melakukannya!!.Bila engkau lupa maka mohonlah ampun kepada-Nya.Tahukah engkau saudariku, secara tidak langsung engkau telah menjerumuskan suamimu kepada zina hati.karena itulah islam sangat keras melarangnya. Yang sangat disayangkan banyak tidak disadari oleh saudari-saudari kita yang telah bersuami melupakan hal ini atau mungkin banyak diantara mereka yang tidak tahu tentang larangan ini.Mungkin sebenarnya engkau tidak berniat demikian,engkau hanya ingin mengabarkan apa saja yang telah engkau dapati bersama temanmu itu sebagai bahan obrolan ketika sedang bercengkerama bersama suamimu, tapi engkau lupa bahwa suamimu adalah manusia biasa yang memiliki hati dan syahwat.Sehingga hati akan mudah tergoda jadilah ia menghayalkan seakan-akan melihat temanmu itu.


Bila engkau membaca kisah tentang Aisyah dan keutamaannya maka akan engkau dapati bahwa beliau memang benar-benar sosok yang sangat cerdas dan pandai.Memiliki ketajaman akal yang luar biasa, akan engkau temui betapa takutnya ia terhadap hal ini.Sehingga ketika para shohabiyat mengunjunginya untuk bertanya atau menimba ilmu dari beliau maka sebelum mereka pulang, Aisyah radyillahu anha selalu menyisipkan nasehat ketelinga mereka agar jangan sekali-kali menceritakan tentang dirinya kepada suami-suami mereka (suami para shohabiyat). Karena beliau sangat takut dirinya akan terjatuh dalam fitnah.Semoga bisa menjadi bahan renungan bagi kita semua.

Ya ukhti,…..yang terkadang kita sendiri jatuh ke dalam fitnah ini, setan begitu mudah menggelitik hati kita sehingga kita tidak merasa risi ketika teman kita bercerita kepada kita bahwa suaminya berkomentar bagus tentang diri kita.Bahkan terkadang telinga kita merasa senang mendengarnya..Astagfirullahi begitu jauhnya perbedaan kita dengan para wanita di zaman dahulu (generasi salafiyah).

Ya, bila memang engkau penasaran dan ingin mengetahui lebih dalam tentang hal ini maka sungguh telah datang hadits yang mulia dari sebaik-baik manusia diatas muka bumi ini, junjungan kita Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam telah bersabda:

Tidak diperbolehkan seorang wanita bergaul dengan wanita lain lalu menceritakannya kepada suaminya seakan-akan suaminya itu melihatnya”(Hadits Riwayat Bukhari, lihat Kitabun Nikah)

Kini engkau telah tahu larangannya semua mencakup teman dekatmu seperti sahabatmu, atau teman kuliahmu atau teman-teman pergaulanmu yang lainnya.Imam Ibnul Jauzi juga pernah berkata tentang hal ini:

Wanita dilarang melakukan itu karena seorang laki-laki mendengar sifat seorang wanita maka keinginannya akan tergerak, hatinyapun akan bergolak, dan jiwanya juga akan senantiasa merindukan wanita yang disifatinya itu “ (30 Larangan Wanita, hal:81-82)

 Jadi kita telah tahu bahwa islam melarang hal ini karena akan menimbulkan dampak yang tidak baik pada suami kita.Misalnya akan membuat hatinya tidak tenang dan gelisah.Pikirannya akan sibuk membanding-bandingkan antara istrinya dan wanita lain.Sehingga dapat mengguncangkan dirinya akibat khayalannya dalam melakukan perbandingan tersebut.Karena itu, janganlah engkau menyalahkan suamimu bila kelak nanti ia mengeluh mengapa engkau tak sepandai fulanah, atau tak secantik fulanah atau tak serapi fulanah dan keluhan-keluhan lainnya.Jadi salahkanlah dirimu sendiri ya ukhti,…engkau yang mulai membakar api maka engkau pula yang akan menerima asapnya.Kecuali suami yang dirahmati Allah maka ia akan menasehati istrinya agar jangan melakukan yang demikian.

 Sungguh engkau sangat mengharapkan rumah tangga yang sakinah (tenang) mawaddah (penuh cinta kasih) warrahmah (penuh rahmat) didalamnya.Karena itu camkanlah hal ini.Mungkin kisah nyata yang penulis lihat sendiri bisa menjadi ibrah bersama, bahwa memang apa yang Rasulullah sabdakan semua itu adalah untuk kebaikan dan kebahagiaan kita di dunia dan akhirat.Teman penulis yang kini telah menjanda (semoga Allah memberi ganti yang lebih baik) mungkin engkau akan bertanya apa sebabnya.Sesal memang selalu saja tiba di belakang hari.Betapa terkejutnya ia ketika ia mendapatkan talak dari suaminya dan sang suaminya kini menikahi sahabatnya.Sahabat dekatnya yang rajin mengunjunginnya yang sangat ia percaya kini menjadi pendamping bekas suaminya.Tak terbayangkan betapa kecewa hatinya.Tentu engkau telah tahu sebabnya kini.Sehingga engkau akan lebih waspada dan hati-hati.Semoga Allah selalu menjaga kita dari hal-hal yang dimurkai-Nya dan menjadikan kita sebaik-baik wanita diatas muka bumi ini yaitu wanita shalihah yang menjadi dambaan para suami kita.

Wahai para suami,….sungguh kami tidaklah jauh berbeda denganmu sangat membutuhkan nasehat dan bimbinganmu karena itu bila engkau menemui hal ini maka berilah kami teguran secepatnya agar kami tidak ikut menjerumuskanmu dalam syahwat yang bergelora.Sesungguhnya nasehat itu sangatlah bermanfaat bagi kami, karena kelalaian dan kealpaan tidaklah pernah hilang dan lepas dari kami, para istri ….dan semoga Allah memberi pahala atas apa yang engkau lakukan kepada kami.amiin.Wallahu ‘alam bisshawwab.

sumber bacaan:

1.30 Larangan Wanita,Amr bin Abdul Mun’im,Pustaka Azzam

2.Jati Diri Wanita Muslimah,Dr.Muhammad Ali Al-Hasyimi,Pustaka Al-Kautsar.
http://jilbab.or.id/archives/129-yaukhtijanganlah-engkau-ceritakan-sifat-temanmu-kepada-suamimu/

Risalah Lengkap Tentang Haid dan Hukum-Hukum Seputarnya (Plus Cara Mandi Besar)

Banyak wanita yang bingung dengan masa haidnya, ada yang bilang haidnya terputus-putus, sampai dia harus keramas beberapa kali. Ada yang mengalami perubahan siklus, kadang maju kadang mundur. Bahkan banyak juga wanita yang masih bingung membedakan antara darah haid dan istihadhah. Tulisan dibawah ini berusaha mengupas lebih detail tentang darah-darah kebiasaan wanita diatas. Berilmu tentangnya sangat diperlukan bagi wanita, karena hukum-hukum seputar darah tersebut berkaitan langsung dengan hukum shalat, puasa, haji, pernikahan dan warisan. Cukup lah yang disebut wanita cerdas itu wanita yang tahu kebutuhan dirinya untuk akhiratnya.



Haid dan Hikmahnya

Menurut bahasa, haid berarti sesuatu yang mengalir. Dan menurut istilah Syara� ialah darah yang terjadi pada wanita secara alami, bukan karena sesuatu sebab, dan pada waktu tertentu. Pembatasan pada pengertian terakhir ini sangat diperlukan, untuk dapat membedakan antara darah haid, istihadhah dan nifas. Dimana ketiganya lazim dialami oleh kaum wanita. Darah haid bersifat normal, bukan disebabkan oleh suatu penyakit, luka, keguguran atau pun kelahiran.

Seperti yang kita ketahui, darah haid berasal dari penebalan dinding rahim untuk mempersiapkan proses pembentukan janin yang nantinya berfungsi sebagai sumber makanan bagi janin yang ada dalam kandungan seorang ibu. Oleh karenanya, seorang wanita yang hamil, tidak akan mendapatkan haid lagi, Begitu juga dengan wanita yang menyusui, biasanya tidak akan mendapatkannya terutama diawal masa penyusuan. Adapun hikmah yang bisa kita petik didalamnya adalah Maha Mulia Allah, Dialah sebaik-baiknya pencipta, yang telah menciptakan gumpalan darah di rahim seorang ibu sebagai sumber makanan instant bagi janin didalamnya, yang tentu saja dia belum bisa mencerna makanan apalagi mendapatkan makanan dari luar kandungan. Maha Bijaksana Allah Subhanahu wa ta�ala yang telah mengeluarkan darah tersebut dari rahim seorang wanita yang tidak hamil melalui siklus haid karena memang tidak membutuhkannya. Dengan begitu, kondisi rahim seorang wanita akan selalu siap bila ada janin didalamnya.


Usia dan Masa Haid

Haid pada umumnya dialami oleh seorang wanita pada usia antara 12 sampai dengan 50 tahun, walaupun hal ini bukanlah batasan yang pasti. Para ulama, rahimahullah, berbeda pendapat tentang hal ini. Ad-Darimi, setelah menyebutkan perbedaan pendapat dalam masalah tersebut, menyatakan: “Hal ini semua, menurut saya, keliru. Sebab yang menjadi acuan adalah keberadaan darah. Seberapapun adanya, dalam kondisi bagaimanapun, dan pada usia berapa pun, darah tersebut wajib dihukumi sebagai darah haid. Wallahu a�lam.” Pendapat ini didukung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Jadi usia haid tergantung dengan keberadaan darah haid itu sendiri, tidak dibatasi usia tertentu. Dan ini menjadi sandaran hukum atasnya karena memang tidak ada dalil yang memastikan pembatasan usia wanita yang mengalami haid.

Adapun masa terjadinya haid, para ulama juga berbeda pendapat. Ibnu Mundzir mengatakan: “Ada kelompok yang berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya”. Pendapat ini didukung juga oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Dan memang itulah yang benar berdasarkan Al Qur�an, Sunnah dan logika. Dalil-dalilnya sebagai berikut:


“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah:”Haid itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum mereka suci�” (Al-Baqarah:222)


Yang dimaksud “jangan mendekati” disini adalah dilarang jima�/senggama ketika wanita tersebut sedang mendapatkan haid.

Dalam ayat diatas diterangkan oleh Allah bahwa yang menjadi batas akhir larangan adalah “kesucian”, bukan berlalunya waktu sehari, dua hari, atau pun lima belas hari. Hal ini menunjukkan bahwa batasan masa haid tergantung pada ada tidaknya darah tersebut, karena setelah darah tersebut berhenti mengalir maka wanita dikatakan telah masuk masa suci.

Dalam Shahih Muslim disebutkan bahwasannya Rasulullah Shalalahu �alaihi wassalam bersabda kepada Aisyah yang mendapatkan haid ketika ihram untuk umrah:

“Lakukanlah apa yang dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di ka�bah sebelum kamu suci”.

Dan berkata Aisyah:”Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci”.

Hadist ini juga menyatakan bahwa yang menjadi batas akhir larangan (karena haid) adalah “kesucian” itu sendiri.

Adapun dalil secara logika adalah, jika Allah menerangkan bahwa haid itu kotoran, maka pada waktu kotoran itu ada, maka haid itu pun ada. Tidak tergantung pada hukum kepastian berapa lama masanya. Jika terjadi silang pendapat diantara ulama yang memberikan batasan berapa masa haid, hal ini justru menunjukkan bahwa tidak ada dalil yang menjadi patokan adanya pembatasan masa tersebut. Namun, semua itu adalah ijtihad yang bisa benar dan juga bisa salah. Sehingga tidak ada yang menjadi lebih baik daripada yang lainnya diantara pendapat-pendapat tersebut. Dan kembali kepada hukum awal, jika ada perselisihan dalam penentuan hukum syar�i maka penyelesaiannya adalah kembali kepada kitabullah dan sunnah yang memang tidak menjelaskan adanya dalil pembatasan masa haid. Jika memang Allah menentukan masa yang pasti untuk haid, maka Allah dan Rasul-Nya pasti akan menjelaskan secara gamblang, hal ini penting sekali, sebab masa haid berkaitan dengan hukum-hukum ibadah yang lain seperti shalat, puasa, haji, nikah, talak, warisan. Ini lah pendapat yang paling rajih di kalangan ulama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata:

“Pada prinsipnya, setiap darah yang keluar dari rahim adalah haid. Kecuali jika ada bukti yang menunjukkan bahwa darah itu Istihadhah.”

Mengenai darah istihadhah dan juga nifas akan dibahas lebih lanjut. Sehingga alangkah perlunya bagi kaum wanita untuk dapat membedakan antara darah haid, istihadhah dan juga nifas.


Masa Haid yang Tidak Teratur

Ada beberapa wanita yang mengeluh masa haidnya biasanya enam sampai tujuh hari, tetapi tiba-tiba berubah sampai lebih dari masa kelaziman tersebut. Ada juga yang mengeluh, biasanya waktu haidnya diawal bulan, berubah menjadi diakhir bulan. Sebagian lagi mengalami masa haid yang terputus-putus, sehari haid, kemudian sehari berhenti, besoknya haid lagi dan seterusnya. Untuk lebih detail akan dibahas dibawah ini tentang kondisi-kondisi tak lazim diatas.

        a. Bertambah, berkurang, maju dan mundurnya masa haid


Para ulama berbeda pendapat dalam menghukumi ketidaklaziman ini. Namun, bertolak dari pendapat yang paling rajih bahwa hukum haid dikaitkan dengan keberadaan haid itu sendiri, maka pendapat yang benar adalah seorang wanita jika mendapatkan darah (haid) maka dia berada dalam masa haid, dan jika tidak mendapatkannya maka dia dalam keadaan suci, meskipun masa haidnya melebihi atau kurang dari kebiasaannya serta maju atau mundur dari waktu kebiasaannya.

Pendapat diatas merupakan madzab Imam Syafi�i dan menjadi pilihan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Ibnu Qudamah Al-Hanbali (pengarang kitab Al-Mughni) pun ikut menguatkan pendapat ini dan membelanya dengan menyatakan:”Andaikata adat kebiasaan menjadi dasar pertimbangan menurut yang disebutkan dalam madzab, niscaya dijelaskan oleh Nabi Shalalllahu �alaihi wassalam kepada umatnya dan tidak ditunda-tunda lagi penjelasannya, karena tidak mungkin beliau menunda-nunda penjelasan pada saat dibutuhkan. Istri-istri beliau dan kaum wanita lainnya pun mebutuhkan penjelasan tersebut, maka beliau tidak akan mengabaikannya. Namun, ternyata tidak ada riwayat yang menyatakan Rasulullah shalallahu �alaihi wassalam pernah menyebutkan tentang adat kebiasaan ini atau menjelaskannya kecuali yang berkenaan wanita yang istihadhah saja”.


b. Darah haid yang keluar terputus-putus, misalnya, hari ini keluar, besok tidak keluar, atau yang sejenisnya. Dalam hal ini terdapat 2 kondisi:


Kondisi pertama, jika hal tersebut selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu (bukan masa haid), maka darah itu adalah darah istihadhah, dan berlaku baginya hukum istihadah.


Kondisi kedua, jika hal tersebut tidak selalu terjadi atau kadangkala saja datang dan mempunyai saat suci yang tepat (berdasarkan kebiasaannya setiap bulan), maka menurut pendapat yang paling shahih, jika belum keluar lendir putih sebagai tanda masa haid berakhir, masa tersebut (masa darah terputus) masih dihukumi masa haid. Karena jika masa terputus tersebut dihukumi masa suci hal itu pastilah akan menyulitkan penghitungan masa iddah berdasarkan quru� (haid dan suci), dan juga akan memberatkan karena harus keramas beberapa kali. Padahal tiadaklah syari�at itu menyulitkan.


c. Terjadi pengeringan darah, yakni, seorang wanita tidak mendapatkan selain lembab atau basah saja di kemaluannya. Jika hal ini terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka dihukumi sebagai haid. Tetapi jika terjadi setelah masa suci, maka tidak termasuk haid.


Sifat Darah Haid

Darah haid pada umumnya berwarna merah kehitaman dan berbau tidak sedap dan keluarnya tidak mengucur seperti keluarnya urine, serta terjadi pada kelaziman masa haid. Seorang wanita yang mendapati darahnya berwarna kuning seperti nanah atau keruh antara kekuning-kuningan dan kehitam-hitaman, jika hal itu terjadi pada saat masa haid atau bersambung dengan haid sebelum suci, maka itu adalah haid dan berlaku baginya hukum-hukum haid.Tetapi jika terjadi sesudah masa suci, maka hal itu bukan lah darah haid. Hal ini berdasarkan riwayat dari Ummu Athiyah Radhiyallahu �anha:


“Kami tidak menganggap apa-apa darah yang berwarna kuning atau keruh sesudah suci”. (HR Abu Dawud)


Demikian juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari tentang hadist yang menceritakan bahwa kaum wanita pernah mengirimkan kepada Aisyah sehelai kain berisi kapas yang terdapat padanya darah berwarna kuning. Maka Aisyah berkata:

“Janganlah tergesa-gesa sebelum kamu melihat lendir putih”, yaitu cairan putih yang keluar saat habis masa haid.

Hukum-Hukum Seputar Haid


a. Shalat, diharamkan bagi wanita haid mengerjakan shalat, baik fardhu maupun sunat dan tidak perlu meng-qadha-nya setelah suci, kecuali jika ia mendapatkan sebagian dari waktunya sebanyak satu rakaat sempurna, baik pada awal maupun akhir waktu shalat tersebut. Contoh pada awal waktu, seorang wanita mendapatkan haid sesaat sebelum matahari terbenam, dan waktu yang sesaat tadi cukup untuk melakukan satu rakaat sempurna, maka wajib baginya untuk meng-qadha shalat maghrib yang tertinggal tersebut setelah ia suci. Contoh di akhir waktu seorang wanita suci dari haid sebelum matahari terbit dan masih sempat mendapatkaan satu rakaat dari waktu tersebut, maka wajib baginya untuk segera bersuci dan meng-qadha� shalat shubuh yang tertinggal. Sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh muttafaqun �alaih bahwasannya Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa mendapatkan satu rakaat dari shalat, maka dia telah mendapatkan shalat itu”.


b. Puasa, diharamkan bagi wanita haid berpuasa dan berhak meng-qadha�nya di hari lain jika yang ditinggalkannya merupakan puasa wajib. Berdasarkan hadist dari Aisyah Radhiyallahu �anha:

“Ketika kami mengalami haid, diperintahkan kepada kami meng-qadha� puasa dan tidak diperintahkan meng-qadha� shalat” (Muttafaqun �alaih)

Seorang wanita yang mendapatkan haid ketika dia sedang berpuasa, maka wajib membatalkannya walaupun hal itu terjadi sesaat menjelang maghrib. Juga jika pada saat terbitnya fajar dia masih haid maka tidak sah berpuasa, sekalipun sesaat setelah fajar dia sudah suci. Dan sebaliknya jika seorang wanita mendapati dirinya suci sesaat sebelum fajar, maka dia wajib puasa (puasa wajib) walaupun baru mandi suci setelah fajar.


c. Membaca Al-Qur�an, walaupun tidak ada dalil qath�i yang melarang wanita haid untuk membaca Al-qur�an, tetapi banyak ulama yang mengharamkannya. Syaikh utsaimin mengomentari perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hal ini dengan mengatakan bahwa lebih utama bagi wanita haid tidak membaca Al-Qur�an secara lisan, kecuali jika diperlukan. Misalnya seorang guru yang sedang mengajar murid-muridnya, atau siswa yang sedang belajar dikelas. Adapun aktivitas dzikr yang lain diperbolehkan bahkan dianjurkan.


d. Thawaf, diharamkan bagi wanita haid melakukan thawaf di ka�bah, baik yang wajib maupun yang sunat. Dalilnya bisa kita baca kembali hadist Aisyah diatas.


e. Thawaf wada�, yaitu terakhir yang dilakukan oleh jama�ah haji sebelum meninggalkan Baitullah. Diperbolehkan seorang wanita yang haid meninggalkan thawaf ini, sebagaimana sabda Rasulullah:”Diperintahkan kepada jamaah haji agar saat-saat terakhir bagi mereka berada di Baitullah (melakukan thawaf wada�), hanya saja hal itu tidak dibebankan kepada wanita haid.” (Muttafaqun �alaih


f. Berdiam dalam masjid, diharamkan wanita berdiam diri didalam masjid bahkan di tempat shalat ied juga. Berdasarkan hadist Ummu Athiyah r.a.:”Agar keluar para gadis, perawan dan wanita haid�Tetapi wanita haid menjauhi tempat shalat”. (Muttafaqun �alaih)


g. Jima� (senggama), diharamkan bagi seorang suami menggauli istrinya sampai benar-benar dia dalam keadaan suci. Diharamkan pula bagi sang istri memberi kesempatan kepada suami untuk melakukan hal tersebut. Dalilnya dapat kita lihat kembali dalam Qs. Al-Baqarah ayat 222 diatas. Rasulullah bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Muslim, “Lakukan apa saja, kecuali nikah”, nikah disini adalah jima�. Adapun bercumbu diperbolehkan asal tidak sampai jima�.


Selain hal-hal diatas, hukum haid juga berkaitan dengan hukum-hukum warisan dan talaq yang mungkin bisa dibahas dilain kesempatan.

Mandi Besar di Akhir Masa Haid

Wanita haid wajib mandi setelah suci dengan membersihkan seluruh badannya. Berdasarkan sabda Nabi SAW kepada Fatimah binti Abu Hubaisy:

“Bila kamu kedatangan haid maka tinggalkan shalat, dan bila telah suci mandilah dan kerjakan shalat.” (HR. Bukhari)

Tata cara mandi sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah tatkala ditanya oleh Asma binti Syakl adalah sebagai berikut:

1. Membersihkan kedua belah tangan

2. mengambil air dan daun bidara dan berwudhu sempurna dengannya (daun bidara bisa diganti dengan sabun)

3. mengguyur air di atas kepala dengan menggosokkannya hingga merata

4. Mengguyur air pada anggota badan hingga bersih

5. Membersihkan tempat haid dengan kain yang telah diberi pengharum (mengikuti bekas aliran darah). Point terakhir ini lah yang membedakan tata cara mandi besar wanita setelah haid dengan mandi besar karena junub.


(HR. Muslim)

Dan bagi wanita yang berambut panjang atau lebat bisa tidak melepas gelungan rambutnya, asalkan gelungan tersebut tidak terlalu kuat sehingga air masih bisa sampai ke dasar rambut sebagaimana yang terjadi dikalangan shahabiyah zaman dahulu (shahih muslim). Musafir yang tidak menemukan air dalam perjalanannya, atau orang sakit yang bila terkena air akan bertambah parah, bisa dengan tayammum. Wallahu a�lam bi shawwab.




Maroji�:

Darah, Kebiasaan Wanita. Syaikh Utsaimin

Bulughul Maram, Ibnu Hajar Al-atsqalani

Jami�ah Ahkamun-nisa�, Syaikh Mustofa Al-Adawy. Resume kajian. 2000

Masalah Aktual Muslimah, Syaikh Bin Baz dan Syaikh Utsaimin
http://jilbab.or.id/archives/131-risalah-lengkap-tentang-haid-dan-hukum-hukum-seputarnya-plus-cara-mandi-besar/